ICW Endus Tender Pemerintah Sarat Rekayasa
VIVAnews - Muhammad Nazaruddin, mantan bendahara umum Partai Demokrat yang kini menjadi buronan interpol, kembali "bernyanyi." Kali ini dia membeberkan keterlibatan sejumlah nama dalam suap proyek pusat pelatihan atlet Hambalang, Citeureup, Bogor, Jawa Barat, yang dikerjakan PT Adhi Karya Tbk dan PT Wijaya Karya Tbk.
Meski belum diketahui pasti, "permainan" proyek-proyek pemerintah diduga benar-benar ada. "Kami menduga di setiap proyek ada permainan," kata aktivis Indonesia Corruption Watch, Firdaus Ilyas, saat dihubungi VIVAnews.com, Kamis 21 Juli 2011.
Kalau ada "permainan", lalu bagaimana mekanisme permainan tender tersebut? Firdaus menceritakan proses permainan tender, khususnya infrastruktur, sangat kompleks. Proyek ini sudah dirancang dari awal, sehingga menjadi "bancakan" bersama.
Modus yang dilakukan mulai saat Musyawarah Perencanaan Pembangunan Nasional (Musrenbangnas) yang diadakan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas. Saat pertemuan itu, terlihat proyek-proyek mana saja yang bakal diajukan. Lalu usulan itu dimasukkan dalam pagu indikatif yang selanjutnya dibahas pemerintah bersama Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat. "Di Banggar ini mereka bermain," kata Firdaus.
Badan Anggaran, kata dia, akan melihat proyek-proyek per daerah pemilihan, dan anggaran akan akan diperjuangkan hingga masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), tentunya bila ada fee.
Badan Anggaran tak bekerja sendiri, sebab setelah disetujui Badan Anggaran, anggaran proyek akan dimasukkan ke komisi-komisi dan disetujui melalui rapat paripurna. "Jadi setiap anggota komisi tahu proyek-proyek yang digarap kementerian terkait," katanya.
Dua Modus
Permainan di penganggaran ini, kata dia, bisa dilakukan dengan dua modus. Pertama menaikkan anggaran dan yang kedua menurunkan mutu proyek. "Bisa juga dilakukan dua-duanya," kata Firdaus. "Ini yang sangat merugikan negara."
Mengenai waktu pengerjaan proyek, dia mengatakan, kebanyakan memilih akhir tahun, khususnya tiga bulan terakhir. Sebab, saat itulah penggelontan proyek dilakukan besar-besaran. "Pada Oktober, November, dan Desember, kontrolnya sangat longgar," ujar Firdaus.
Mengenai berapa nilai yang diambil, Firdaus mengatakan, dari beberapa kasus, perusahaan kontraktor akan mengeluarkan biaya pemulusan hingga 30 persen dari nilai proyek itu. "Jadi kalau proyek Rp100 miliar, perusahaan yakin bahwa pembangunannya tak lebih dari Rp70 miliar," kata Firdaus. (ren)