Biarkan Importir Baru Terafiliasi yang Lama
VIVAnews- Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik mengatakan pihaknya dan Kementerian Keuangan tengah mencari jalan agar film Hollywood dapat masuk ke Indonesia. Jero Wacik mengusulkan agar importir baru yang tengah mendaftar dipermudah izinnya sehingga bisa mendatangkan film Hollywood.
"Perusahaan baru yang mendaftarkan impor film agar diberikan ijin mendatangkan film Holywood," ujarnya di Jakarta, Rabu, 6 Juli 2011.
Ia beralasan jika menunggu sisa 2 importir yang bermasalah membayar tunggakan pajak maka membutuhkan waktu lama. "Ada seperti Transformer, Harry Potter sudah mau tayang," ujarnya.
Seperti diketahui Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai mengatakan saat ini tengah memproses beberapa perusahaan baru yang ingin menjadi importir film di Indonesia. Bea Cukai juga memeriksa identitas perusahan itu agar tidak memiliki hubungan dengan perusahaan lama.
Namun uniknya, Jero Wacik malah meminta agar Kementerian Keuangan meloloskan perusahaan yang mendaftar sebagai importir baru, meski masih terafiliasi dengan importir lama. Alasannya importir lama masih dalam perkara.
"Ada perusahaan baru yang bisa memasukkan film barangkali ada afiliasi dengan perusahaan yamg lama. Biarkanlah. Kan yang lama masih berperkara," katanya. "Kan ini masih diurus-urus, masih banding dan ini kira-kira setahun lagi, ini nggak boleh, itu nggak boleh, kalau serba nggak boleh, film mana yang akan masuk," lanjutnya.
Jero Wacik berpendapat masyarakat sudah tidak sabar untuk melihat film. Ia menghawatirkan jika terlalu lama tak ada film Hollywood maka gedung bioskop akan mati. Hal itu menimbulkan hilangnya lapangan pekerjaan. Industri film, lanjutnya, industri yang masih bayi sehingga sebaiknya tidak ditarik pajak dalam jumlah besar. "Jika mau pajak besar di tempat lain," tambahnya.
Di sisi lain, Menbudpar juga mendorong agar layar bioskop bertambah dari 600 menjadi 1000 layar. Ia mempersilahkan pengusaha yang ingin membuat gedung bioskop dan menjadi importir film di Indonesia. "Saya mendukung masuknya semakin cepat semakin baik," tambahnya.
Hal itu berbeda dengan pernyataan Menkeu Agus Martowardojo agar masyarakat tidak memikirkan jangka pendek semata seperti mengedepankan keinginan untuk menonton fim lalu mengabaikan aturan negara seperti kewajiban untuk membayar pajak dan bea masuk. "Jangan kemudian kita jadi menghalalkan apa yang kita inginkan," kata Agus.
Seperti diketahui pemerintah telah merevisi tarif bea masuk film impor. Keluarnya peraturan baru itu tidak semata-mata ingin membuat film Hollywood kembali dapat tayang di bioskop tanah air, tapi juga menggeliatkan perfilman nasional dengan mencetak para pengusaha baru.
Jumlah bioskop di Indonesia saat ini mencapai 600 buah dan 500 diantaranya dimiliki oleh satu kelompok perusahaan. Sementara kelompok usaha lain menguasai 70 bioskop, dan sisanya dimiliki perusahan-perusahaan berbeda. Dari 498 kota di Indonesia, sebanyak 433 kota belum memiliki bioskop hingga saaat ini. (eh)