Pembahasan RUU BPJS Belum Tuntas
VIVAnews - Pemerintah bersama dengan Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat telah menyepakati tujuh persamaan persepsi Daftar Inventaris Masalah dalam Rencana Undang-undang Badan Pelaksana Jaminan Sosial (RUU BPJS).
Menurut Pimpinan Rapat Anggota Komisi IX dari Partai Golkar, Ferdiansyah, tujuh hal tersebut merupakan akumulasi masalah substansi dari pembahasan RUU kali ini.
"Ketujuh masalah itu definisi BPJS, jumlah BPJS, bentuk badan hukum, organ atau struktur, masa peralihan, bab kepersertaan iuran, serta terakhir mengenai bab tentang sanksi," ujar dia dalam rapat Komisi IX di Gedung MPR-DPR RI, Jakarta, Senin malam, 30 Mei 2011.
Dalam rapat kali ini, menurut dia, pemerintah bersama DPR membahas tiga masalah yakni mengenai definisi BPJS, perihal badan hukum BPJS dan soal kepesertaan dan iuran. "Ketiga masalah tersebut didahulukan karena paling mendasar," katanya. Dari ketiga masalah, dua berhasil mencapai kata sepakat.
Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan, Mulia P Nasution, menjelaskan kedua masalah yang berhasil mencapai kesepakatan ialah mengenai definisi BPJS dan badan hukum BPJS.
"Definisi kita setuju dengan mengacu pada Undang-Undang No.40 tahun 2004 pasal 1 angka 6 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Sedangkan mengenai badan hukum kami menyetujui bahwa BPJS merupakan badan hukum publik ditambahkan dengan catatan BPJS menyelenggarakan SJSN berdasarkan prinsip sebagaimana yang ditetapkan pada pasal 4 UU SJSN," paparnya.
Hal terakhir yang dibahas ialah mengenai kepesertaan dan iuran anggota. Permasalahan ini belum mencapai kata mufakat karena masih menjadi perdebatan apakah akan dimasukan ke dalam UU atau tidak.
Pemerintah menginginkan permasalahan ini tidak dimasukkan dalam UU BPJS karena tidak terkait langsung dengan tata kelola BPJS dan dalam UU SJSN sudah terdapat lima pasal yang mengatur mengenai hal tersebut. "Soal pungutan cukup diatur dengan Perpres dan PP," ujar Mulia.