Aksi Osama Ubah Cara Berbisnis 5 Industri

VIVAnews - Osama bin Laden, otak dari serangan bom bunuh diri ke menara kembar World Trade Center, Amerika Serikat (AS) dipastikan tewas. Namun, aksinya dengan merancang serangan ke objek vital bisnis AS dan dikenal sebagai peristiwa 9/11 itu telah mengubah cara berbisnis sejumlah industri di AS dan belahan dunia lain.
Kini, dengan kepastian kematian Osama, para analis memperkirakan cara berbisnis industri yang telah berjalan pasca-9/11 kemungkinan besar tidak akan banyak berubah.
Serangan pesawat komersial ke AS 10 tahun lalu, seperti dikutip VIVAnews.com dari laman Associated Press, Selasa, 3 Mei 2011 telah menyebabkan perusahaan mengeluarkan dana besar untuk meningkatkan keamanan dan kegiatan intelijen. Biaya produksi yang akhirnya akan dibebankan kepada konsumen.
Apapun yang terjadi di kemudian hari, warisan ketakutan yang dibawa Osama telah mengorbankan dana dan biaya perusahaan serta konsumen yang tidak pernah dihadapi sebelumnya. Dan kondisi ini tidak akan begitu saja lenyap.
Ekonom dari California State University menyatakan "Biaya berbisnis telah naik secara permanen sejak 9/11."
Chief Economist Well Fargo Securities, John Silva, mengatakan kematian Osama diperkirakan mengurangi persepsi mengenai risiko dalam perdagangan dan memulai bisnis, dua hal yang sangat menguntungkan dalam perdagangan global.
"Saya melihat (kematian Osama) ini sebagai momentum berkurangnya risiko," ujar dia.
Berikut ini sejumlah sektor bisnis yang mengalami perubahan luar biasa setelah peristiwa serangan 9/11.
1. Industri Penerbangan
Serangan teroris mengubah pola kerja industri penerbangan menjadi serangkaian tes kesabaran bagi pelakunya. Agen perjalanan yang selama ini hanya merupakan kegiatan rutin telah berubah menjadi sebuah proses dengan prosedur dan aturan yang memakan lebih banyak waktu.
Para pramugari yang sebelumnya berlaku layaknya pengantar kopi dan makanan dengan senyum manisnya, berubah menjadi responden pertama yang memerlukan kebutuhan latihan perang.
Satu dekade setelah peristiwa 9/11, para penumpang dipaksa untuk membuka sepatu, membuang barang bawaan bersifat cair dengan berat 100 sentimeter kubik, dan terakhir mereka harus melalui proses scanner yang sempat menimbulkan tentangan karena tersangkut masalah hak pribadi.
"Apakah aturan ini efektif untuk membuat pesawat lebih aman masih bisa diperdebatkan. Tapi, satu hal yang pasti adalah bahwa mereka telah diminta melalui prosedur keamanan yang merupakan kerumitan bagi orang-orang bepergian," kata Anne Banas, editor eksekutif SmarterTravel.
Berbagai prosedur ini juga telah menimbulkan kesulitan keuangan untuk industri penerbangan dalam perjuangan panjang guna mempertahankan keuntungan perusahaan.
Namun, kabar baiknya, biaya tiket pesawat secara perlahan turun sebelum serangan. Penurunan ini terjadi karena maskapai membuat operasional perusahaan menjadi lebih ramping sebagai tuntutan agar maskapainya tidak kehilangan uang setelah banyaknya kebangkrutan perusahaan penerbangan pasca-9/11.
Sejumlah maskapai memang tercatat mengalami kebangkrutan, pasca-serangan WTC, termasuk US Airways pada 2002 dan 2004, United pada 2002, serta Northwest dan Delta pada 2005. Upaya merger juga telah mengurangi jumlah maskapai penerbangan.
2. Energi
Biaya energi dan listrik diperkirakan terus meningkat dibandingkan kondisi jika serangan 9/11 tidak dilakukan oleh jaringan Al-Qaeda. Pembangkit listrik dan jaringan pemasok energi dipercaya sebagai salah satu target teroris yang paling potensial.
Dengan ancaman tersebut, perusahaan mau tidak mau meningkatkan biaya pengamanan, yang (lagi-lagi) biaya tersebut dibebankan pada konsumen.
Setelah peristiwa 9/11, ladang minyak merupakan salah satu objek vital dengan biaya pengamanan yang terus meningkat. Juru Bicara Valero Energy, Bill Daya, mengatakan kematian Osama membuat perusahaan meningkatkan pengamanan di 14 ladang minyak miliknya.
President of Strategic and Economic Research, Inc Michael Lynch, mengatakan minyak saat ini menjadi semakin mahal dalam 10 tahun terakhir karena pedagang khawatir jaringan Al-Qaeda akan mengganggu produksi dengan menyerang kilang, jaringan pipa, maupun pelabuhan di Timur Tengah.
Namun, Lynch mengatakan, ancaman dan ketakutan tersebut telah berkurang beberapa tahun terakhir. Hal itu karena upaya penyerangan gagal membuat kerusakan yang besar.
Sebagai catatan, teroris pernah berusaha menyerang sebuah kilang minyak di Arab Saudi pada 2006. Tahun lalu, jaringan Al-Qaeda juga diduga terlibat dalam serangan terhadap kapal tanker berisi minyak di Selat Hormuz.
3. Teknologi
Serangan teroris meningkatkan permintaan sebuah produk komputer dan perangkat lunak yang lebih canggih.
Ketakutan akan serangan destruktif yang mungkin diarahkan pada teknologi informasi, mendorong perusahaan memperbarui perangkat keamanan mereka. Upaya ini termasuk tugas berat dalam karena upaya untuk melakukan enkripsi maupun perlindungan terhadap data-recovery.
Kebutuhan ketangguhan teknologi informasi (TI) ini terutama berasal dari industri yang bergerak di bidang perbankan, operator jembatan, terowongan, dan pembangkit listrik.
"Satu hal dari peristiwa 9/11 yang bisa dipelajari dalam kehidupan sekarang adalah bagaimana mengatur teroris," kata Patrik Runald, yang mengelola keamanan AS laboratorium untuk Websense Inc.
Runald mengatakan, masyarakat sudah mulai menyadari bahwa para teroris ini begitu terorganisasi dalam serangan secara fisik. "Lalu, bagaimana kalau mereka begitu terorganisasi juga ketika melakukan serangan melalui dunia maya," katanya.
Banyak perusahaan mencoba untuk membuat pekerjanya lebih produktif untuk membantu mengurangi ongkos produksi yang dikeluarkan setelah 9/11. Tujuan itu pula yang membantu perusahaan menjual lebih banyak komputer maupun jasa teknologi.
Ketika sektor bisnis menginginkan peningkatan produktivitas, biasanya tempat pertama yang mereka cari adalah teknologi.
4. Pengamanan Pelabuhan
Sebelum 9/11 terjadi, keamanan pelabuhan hanya terfokus pada penyelundupan dan pencurian. Sekarang, pengelola pelabuhan mulai mengalihkan fokus perhatiannya pada ancaman teroris internasional yang tentunya meningkatkan biaya berbisnis.
"Kami benar-benar menilai sebuah ancaman melalui lensa yang berbeda," Aaron Ellis, juru bicara American Association of Port Authorities.
Saat ini, pengamanan pelabuhan dilakukan dengan menambah jumlah penjaga, penggunaan teknologi sinar gamma dan X-Ray untuk melihat isi kontainer dan kapal. Biasanya, perlengkapan seperti artileri dan bahan kimia memperoleh perhatian ekstra dari pengelola pelabuhan.
5. Perusahaan Keuangan
Perbankan dituntut untuk memenuhi ketentuan agar lebih mengenal nasabah guna mencegah tindak kejahatan pencucian uang serta mendeteksi adanya transfer dana untuk kegiatan teroris. Untuk menyesuaikan dengan tuntutan itu, bank harus memperbarui catatan rekaman nasabah mereka dan melihat lebih dekat pemegang rekening dan sumber dana yang dianggap bernilai besar.
Aturan yang tercantum dalam Patriot Act ini menyebabkan perbankan di AS harus menyediakan dana besar untuk mengimplementasikannya, khususnya bagi lembaga keuangan kecil.
Journal of Money Laundering Control pada 2007 pernah melaporkan bahwa bank, perusahaan broker, dan institusi keuangan lain, menghabiskan dana lebih dari US$11 miliar pada 2002 untuk memperkuat pengawasan internal. Perusahaan itu juga menghabiskan rata-rata 61 persen lebih tinggi dari anggaran pengawasan internal sebelum 9/11 untuk pengawasan internal sepanjang 2001-2004.
Kegiatan brokerage juga menghabiskan dana lebih banyak guna mengantisipasi kemungkinan serangan teroris. (art)