Pembebasan Bea Masuk untuk Lawan Produk China
VIVAnews - Pembebasan tarif bea masuk bagi produk bahan baku dan barang modal bertujuan untuk menghadapi persaingan dengan produk China. Hal ini terutama pasca berlakunya perjanjian perdagangan bebas ASEAN dan China (ASEAN-China Free Trade Agreement).
Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Bambang PS Brodjonegoro, menyatakan, pemberlakuan pembebasan tarif bea masuk ini juga untuk membantu industri manufaktur dalam negeri. Menurut dia, yang dilihat dari perjanjian ini yaitu banyak barang impor dari China merupakan bahan baku dan modal.
"Jika itu murah, maka tidak masalah karena akan membantu yang hilir maupun produk jadi Indonesia," ujar Bambang di Kementerian Keuangan, Jakarta, Selasa, 26 April 2011.
Sedangkan terkait dengan potensi kehilangan penerimaan atas pembebasan tarif bea masuk ini, Bambang menjelaskan hal itu lebih baik dipandang secara luas. Pihaknya tidak melihat dari sisi penerimaan saja, namun secara luas memikirkan industri manufaktur dan bisa memberikan nilai tambah.
"Kalau hanya berpikir secara mikro (sempit) yaitu mengenai penerimaan negara, maka akan berpikir penerimaan bea masuk akan diberlakukan setinggi-tingginya kalo perlu 100 persen," kata Bambang.
Bahan baku dan barang modal yang dibutuhkan industri selama ini memang lebih banyak diimpor. Jika biaya barang modal lebih murah, maka diharapkan memberi nilai tambah bagi produsen.
Seperti diketahui, pemerintah membebaskan tarif bea masuk produk-produk kelompok bahan baku dan barang modal dari sebelumnya 5 persen. Sebaliknya, untuk barang konsumsi, pemerintah menaikan tarif bea masuk dari 5 persen menjadi 10 persen.
Keputusan tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 80 tahun 2011 tentang Penetapan Sistem Kualifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor. Aturan ini merupakan revisi dari aturan sebelumnya yaitu PMK Nomor 241 Tahun 2010 yang selama ini dikeluhkan kalangan industri manufaktur. (art)