Kemenkes Minta Bea Masuk Bahan Obat Ditinjau
VIVAnews - Kementerian Kesehatan meminta Kementerian Keuangan untuk meninjau kembali tarif bea masuk bahan baku obat sebesar 5 persen.
Menurut Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Sri Indrawaty, menteri kesehatan telah mengirimkan surat kepada menteri keuangan terkait hal itu. Tarif bea masuk tersebut mengakibatkan kenaikan ongkos produksi obat dan berdampak terhadap harga jual obat non generik di pasaran.
"Tarif bea masuk bahan baku minta diuji kembali. Kemenkes bersama dengan Gabungan Perusahaan Farmasi akan membicarakan kembali tentang masalah ini. Untuk tahun ini, kami imbau mereka (perusahaan farmasi) agar tidak menaikkan harga (obat) dulu," kata Sri Indrawaty, saat kunjungan ke PT Indofarma Tbk, Cibitung, Bekasi, Kamis 31 Maret 2011.
Bahkan, dia melanjutkan, bagi perusahaan farmasi yang telah menaikkan harga obat, diharapkan dapat menurunkan kembali. Pemerintah meminta industri farmasi mengantisipasi tingginya ongkos bahan baku dengan mengurangi margin melalui pengurangan biaya promosi dan perolehan keuntungan.
Saat ini, dia melanjutkan, bahan baku obat di Indonesia, sebesar 90 persen adalah impor. Banyak hal yang menjadi kendala sulitnya Indonesia memproduksi bahan baku obat sendiri. Mulai dari faktor industri kimia dasar yang belum memadai hingga biaya produksi yang belum tentu bisa ditanggung sendiri.
"Secara ekonomis, kalau kami produksi bahan baku sendiri, belum tentu juga biaya produksinya lebih murah. Jadi, kami perlu waktu. Tapi, menurut saya, yang paling potensial untuk Indonesia adalah memproduksi bahan baku herbal karena belum ada saingannya," katanya.
Menanggapi hal ini, Direktur Utama Indofarma, P Sudibyo, mengakui tingginya harga bahan baku berdampak terhadap kenaikan ongkos produksi. Perolehan margin juga akan berkurang, bahkan perusahaan bisa merugi.
Dia menjelaskan, tarif bahan baku obat sebesar lima persen memang tidak akan menaikkan harga obat hingga lima persen. Namun, kenaikan harga obat juga didorong faktor lain seperti harga bahan bakar minyak (BBM), pembatasan BBM bersubsidi, kenaikan tarif dasar listrik (TDL) serta kenaikan upah buruh.
"Tarif bahan baku merupakan komponen penting dalam ongkos produksi, karena sebanyak 80 persen komponen ongkos produksi berasal dari biaya bahan baku," katanya. (SJ)