Enam Sektor Paling Rawan Serbuan Produk China

Peluang Bisnis Online Tanpa Ribet - Serta Info terbaru seputar dunia bisnis indonesia terupdate dan terpercaya

Selasa, 26 April 2011

Enam Sektor Paling Rawan Serbuan Produk China

VIVAnews - Sebagian produk dalam negeri rawan terkena dampak perjanjian perdagangan bebas ASEAN-China (ACFTA). Survei Kementerian Perindustrian menyebut enam sektor yang paling terkena dampak perdagangan bebas itu.

Selama periode 2006-2010, total ekspor migas dan non migas Indonesia ke China rata-rata tumbuh 15,4 persen. Namun, rata-rata pertumbuhan total impor China ke Indonesia naik dua kali lipat, yakni sebesar 31,5 persen.

Enam sektor utama yang paling rawan terkena dampak perdagangan bebas itu adalah logam dengan kerawanan sebesar 70 persen, furnitur (61 persen), garmen (57 persen), kain grey (56 persen), dan mesin (45 persen).

Meski berpotensi mengancam sejumlah sektor perdagangan itu, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unika Atma Jaya, A Prasetyantoko, menyatakan tidak perlu ada renegosiasi aturan ACFTA dengan China.

Sebab, menurut dia, dari pengalaman proteksi industri di masa orde baru, yang muncul justru industri yang penuh aksi ambil untung.

"FTA (Free Trade Agreement) bukan hanya dagang, tapi juga investasi yang progresif. Kalau bisa memanfaatkan ini, kesempatan meningkatkan kapasitas ekonomi makin besar," kata Prasetyantoko pada diskusi bertema ACFTA: Hantu atau Ketidaksiapan Pemerintah di Warung Daun, Jakarta, Selasa, 26 April 2011.

Menurut Prasetyantoko, sejak ACFTA 2010, impor Indonesia memang melonjak dua kali lipat. Tapi, sebenarnya tren defisit ekspor Indonesia relatif meningkat.

Dia menyebut pertumbuhan impor dari Jepang merupakan yang terbesar yakni 72,37 persen, disusul Thailand (62,35 persen), Taiwan (47,21 persen), Korea Selatan (46,88 persen), dan China 45,93 persen.

Prasetyantoko menambahkan, ada beberapa penyelamatan jangka pendek terkait pemberlakuan ACFTA itu, yakni perlindungan produk dalam negeri (safeguard), program antidumping maupun kewajiban mencantumkan produk sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI).

Menurut dia, ACFTA dalam jangka menengah memberi kesempatan untuk memacu daya saing perekonomian domestik. Dalam jangka menengah, perlu memanfaatkan peluang dengan mengidentifikasi sektor yang komplemen terhadap produk China, mendorong peluang non perdagangan seperti investasi langsung untuk kapasitas produksi dan memperbaiki logistik.

Dari rilis Bank Dunia disebutkan, berdasarkan indeks logistik, Indonesia berada di peringkat ke-75 dibandingkan China (27), Afrika Selatan (28), dan Malaysia (29). "Kita masih tertinggal jauh soal logistik," ujarnya.

Hal senada juga disampaikan pengamat ekonomi Anggito Abimanyu. Menurut dia, pemerintah tidak perlu renegosiasi perjanjian perdagangan ASEAN-China, karena lebih menyulitkan dan membutuhkan proses lama.

"Karena (renegosiasi) bukan hanya dengan China, tapi juga negara ASEAN lainnya," tuturnya.

Dia menyebutkan, defisit dengan China US$5,2-5,7 miliar, tapi surplus besar dengan negara lain, yakni US$26,1 miliar. "Sulit mengatakan kita injury (menderita kerugian) dari perdagangan bilateral. Karena semua dilihat dari konteks multilateral dan total neraca perdagangan," ujar Anggito.

Perjanjian ACFTA yang disepakati menteri perdagangan ASEAN-China, menurut dia, ada tiga. Pertama, ACFTA tetap dilanjutkan dan tidak ada rencana notifikasi karena kerugian akibat kecurangan perdagangan (unfair trade). Kedua, bila suatu negara mengalami defisit, negara surplus harus mendorong impor. Ketiga, pembentukan tim pengkajian terhadap perdagangan bilateral.

Bila memang ada kerugian akibat perdagangan bebas, maka membutuhkan biaya mahal dan proses panjang untuk membuktikan hal tersebut. Selain itu, kesepakatan bukan hanya dengan China tapi juga dengan negara ASEAN.

Negosiasi dengan menerapkan kompensasi apabila terjadi kerugian di satu pos tarif tertentu memakan waktu lama dan rumit. "Saya pesimis dan belum melihat ada langkah bilateral. Berdasarkan pengalaman saya, pejabat kita tidak ahli dalam negosiasi," ungkapnya.

Anggito menyebut, di samping perlindungan pemerintah bila terdapat kecurangan, masalah internal dalam negeri harus dibenahi lebih dulu.

Kerja di rumah

Popular Posts