Perlukah Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir?
VIVAnews - Dewan Energi Nasional masih akan menentukan apakah pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) perlu diterapkan di Indonesia atau tidak? Hal itu terkait meledaknya fasilitas nuklir di Fukushima, 12 Maret 2011 akibat bencana gempa dan tsunami di Jepang.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, Luluk Sumiarso, mengatakan pihaknya tetap akan menjalankan studi mengenai energi baru tersebut.
"Kami siapkan semuanya, termasuk studi energi nuklir, apa pun keputusan nantinya. Namun, nuklir adalah opsi terakhir," kata Luluk di Seminar Pembelajaran dari Kecelakaan PLTN Fukushima Daiichi dan Program PLTN Indonesia di Jakarta, Senin, 28 Maret 2011.
Terlepas dari apa pun keputusan politik nantinya, Luluk menuturkan, tetap akan melanjutkan studi kelayakan terhadap energi campuran, termasuk nuklir dari sisi bisnis maupun keselamatannya. Sebab, jika nuklir masuk dalam energi alternatif, pendukungnya telah siap. "Konstruksi PLTN harus, karena telah ada sebelum 9-10 tahun sebelum beroperasi," katanya.
Ia mengibaratkan, pihaknya seperti orang yang bersiap lari maraton. "Kalau disetujui, kami sudah siap," ujarnya.
Namun, Luluk menambahkan, penggunaan energi nuklir harus selaras dengan energi lainnya. Artinya siap secara infrastruktur dan sumber daya, serta menerapkan sistem keselamatan secara ketat.
Dia menuturkan, pada 2025, Indonesia merencanakan dapat menghemat energi sebesar 25 persen. Penghematan itu dengan pemanfaatan energi lainnya seperti biomassa, panas bumi, air, serta nuklir.
PLTN dianggap energi masa depan, menurut Luluk, karena nuklir adalah energi bersih dan menghasilkan kapasitas yang besar. "Potensi radioaktif untuk PLTN yang kami punya sekitar dua persen, daya yang dapat dihasilkan sedang dihitung," katanya.
Berikut ini program pengembangan infrastruktur PLTN yang dibagi dalam beberapa tahap.
Tahap pertama (fase 1):
Berdasarkan pada Peraturan Presiden No 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional yang merupakan pertimbangan menuju penetapan pelaksanaan proyek. Tahap ini dikategorikan sebagai praproyek dan dalam studi kelayakan.
Tahap kedua (fase 2):
Persiapan pelaksanaan konstruksi PLTN berdasarkan Undang-Undang No 17/ 2007 tengang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2005. Tahap ini dikategorikan sebagai pengambil keputusan proyek PLTN dan berada dalam proses penawaran.
Tahap kedua (fase 3): Implementasi pembangunan pengoperasian PLTN masuk proses konstruksi.
Tahap ketiga: Kesiapan perawatan dan perbaikan infrastruktur secara berkelanjutan dan masuk proses operasi.(art)