Pengamat: "Kelas Menengah Kita Masih Manja"
VIVAnews-Indonesia kini memasuki kondisi ekonomi baru ditandai berkembangnya ekonomi kelas menengah tujuh tahun terakhir. Sayangnya, sampai kini kalangan ekonomi ini masih terlalu manja karena menikmati beragam subsidi dari pemerintah.
Padahal munculnya ekonomi menengah dikhawatirkan bakal membuka ancaman jebakan kelas menengah rendah (low middle class country trap) yang senantiasa mengiringi pertumbuhan ekonomi sebuah bangsa ke kondisi ekonomi lebih buruk.
"Kalau terus bergantung pada subsidi dan transfer pemerintah, pertumbuhan ekonomi tak akan meningkat. Masyarakat tak akan mandiri dan stagnan di situ-situ saja," kata Pengamat Ekonomi Mohamad Ikhsan dalam diskusi Kebangkitan Kelas Menengah di Indonesia, Implikasi Ekonomi Sosial dan Politik di Jakarta, Rabu, 30 Maret 2011.
Menurut Ikhsan, kekhawatiran di tengah kemunculan kelas ekonomi menengah didasarkan pada pengalaman sejarah serupa dialami Argentina dan Kuba. Pada awal abad ke-20, kedua negara di Amerika Latin itu mengalami pertumbuhan ekonomi menengah yang signifikan.
Sayangnya, dalam rentang seabad, ekonomi kedua negara itu tak kunjung membaik bahkan semakin membawa masyarakat kelas menengah semakin bergantung pada bantuan pemerintah. "Saat Argentina masih berkutat sebagai negara kelas menengah bawah, Amerika telah menjadi negara maju," ujar Ikhsan.
Melihat dari sejarah tersebut, Ikhsan berharap pemerintah membuat kebijakan mencegah tergelincirnya Indonesia pada jebakan kelas menengah berpenghasilan rendah. Apalagi saat ini, Indonesia dianggap berada di persimpangan jalan: apakah bergerak menjadi negara maju, atau sebaliknya.
Kebijakan mencegah munculnya jebakan itu, sambung Ikhsan, membutuhkan dukungan berupa pemerintahan berjalan sesuai hukum, stabilitas ekonomi makro, perbaikan pelayanan publik dan kesehatan, serta penciptaan pekerjaan.
Dengan adanya peluang pertumbuhan itu, Ikhsan berharap kalangan menengah Indonesia memiliki pendapatan rendah tak akan stagnan dalam posisinya tersebut. Lebih parah lagi, kalangan ekonomi menengah itu malah turun peringkat menjadi kalangan ekonomi miskin.
Ekonomi Bank Dunia Subham Chaudhuri menambahkan, Indonesia harus bisa menjaga momentum pertumbuhan ekonomi dalam rentang 10 tahun mendatang, atau di saat banyak penduduk memasuki usia tak produktif.
"Harus ada persiapan menciptakan layanan publik, pendidikan dan kesehatan. Jangan sampai suatu negara menua sebelum menjadi negara maju," kata Subham sembari merujuk perekonomian Jepang yang mampu mempersiapkan kebutuhan penduduk dan mencapai kesejahteraan sebelum penduduknya memasuki populasi tua.
Kelas menengah juga perlu terjamin dengan model pembangunan ekonomi transparan, sesuai hukum, dan memperhatikan layanan publik. Selain itu, peningkatan investasi besar dipastikan akan berdampak signifikan pada pertumbuhan.
"Pendidikan dan lapangan pekerjaan dapat menciptakan pertumbuhan. Bila tercapai Indonesia akan menjadi negara dengan kalangan menengah terbesar," kata Subham.