Pembatasan BBM Tak Jelas, Perketat Pengawasan
VIVAnews - Keputusan resmi mengenai penundaan pelaksanaan pembatasan bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi hingga kini masih belum jelas. Kini, pemerintah justru menyatakan akan melakukan pengetatan pada pengawasan BBM bersubsidi pada 1 April 2011.
Pengetatan lebih ekstra ini sebagai upaya pemerintah menekan penyelewengan dan spekulasi yang sering menyebabkan kelangkaan BBM di masyarakat.
"Sikap pemerintah telah jelas. BPH Migas berperan mengawasi distribusinya. Kami melakukan pengawasan intensif bersama kepolisian dan kejaksaan untuk menangkap spekulan," kata Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Darwin Zahedy Saleh, dalam sambutan di acara Carbon Capture and Storage (CCS) Forum di kantor Kementerian ESDM, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu 23 Maret 2011.
Darwin menegaskan, pemerintah selama ini telah menetapkan kebijakan bahwa BBM bersubsidi harus dinikmati oleh golongan masyarakat yang berhak. Golongan masyarakat dengan ekonomi lemah adalah salah satu target yang diincar oleh pemerintah.
Direktur Jenderal Minyak Bumi dan Gas Kementerian ESDM, Evita H Legowo, menambahkan, pengetatan pengawasan yang akan digalakkan pemerintah diharapkan bisa menangkap sejumlah spekulan yang selama ini sering menyelewengkan BBM bersubsidi.
Untuk menunjukkan keseriusannya, pemerintah melalui BPH Migas bahkan telah mengindentifikasi sejumlah lokasi yang selama ini disinyalir rawan praktik penyelewengan. Tercatat beberapa daerah saat ini mulai mengalami kelangkaan BBM bersubdisi seperti di Riau dan Pontianak.
Evita menjelaskan, salah satu bentuk pengawasan yang akan diintensifkan pemerintah berupa pengawasan kuota kebutuhan BBM bersubsidi di masing-masing daerah. Pengawasan relatif bisa dilaksanakan karena BPH Migas telah memiliki catatan mengenai jumlah kebutuhan BBM bersubsidi suatu daerah serta realisasinya.
"Dia (BPH Migas) tahu jumlah kebutuhan daerah. Kalau tiba-tiba membengkak, akan ada investigasi bekerja sama dengan kepolisian dan kejaksaan," katanya.
Sebagai informasi, pola subsidi yang selama ini diberikan melalui sistem tanggung penuh telah menyebabkan angka kebocoran penyaluran BBM bersubsidi ikut ditanggung pemerintah. Kebocoran itu sering terjadi saat PT Pertamina menyalurkan BBM dalam perjalanan ke depo atau stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU).
Pemerintah yakin, upaya pengetatan pengawasan yang lebih intensif oleh pemerintah dipastikan bakal mengurangi konsumsi BBM yang terbuang sia-sia hingga 800 ribu kiloliter.
Pertamina sebelumnya juga mengeluhkan adanya aksi penimbunan BBM bersubsidi di Kalimantan. Bahkan, perusahaan minyak milik pemerintah ini menilai aksi kejahatan itu sudah pada level mengkhawatirkan.
Hingga pekan kedua Maret, Pertamina memperkirakan telah terjadi penimbunan premium dengan kuota yang telah melewati lima persen. Sementara itu, untuk jenis solar tercatat kelebihan kuota ditaksir mencapai 6 persen. (art)