Kenapa Krisis Libya Picu Harga Minyak Naik?
VIVAnews - Harga minyak dunia terus bergejolak menyusul terjadinya serangkaian demonstrasi antipemerintah di kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara. Harga minyak mentah sempat menyentuh US$100 per barel, tertinggi sejak 2008.
Kantor berita BBC melaporkan, krisis politik di kawasan Arab telah membuat harga minyak mentah dunia melambung tinggi. Bahkan, minyak Brent di Bursa London telah melonjak lebih dari 10 persen sejak aksi protes berlangsung. Demikian dengan harga gas, juga cenderung naik mengikuti harga minyak.
Kenaikan sumber energi ini telah membuat harga bahan bakar kendaraan di Eropa, melonjak. Tidak hanya di Eropa, hampir semua belahan dunia juga merasakan hal yang sama. Di Indonesia, harga bahan bakar non subsidi jenis Pertamax juga melambung. Per 1 Maret 2011, harga Pertamax di Jakarta telah mencapai Rp8.100 per liter.
Kenapa krisis negara-negara Arab ini sangat mempengaruhi harga minyak?
Libya
Laporan Statistik Energi British Petroleum (BP) pada 2009 menyebut, Libya sebagai eksportir terbesar ke-12 di dunia dengan sumber cadangan minyak terbesar di Afrika. Dari sisi energi, Libya merupakan negara yang paling penting di kawasan itu.
Hingga pertengahan dekade terakhir, investasi dibatasi akibat sanksi internasional. Hanya beberapa perusahaan yang mengeksploitasi di sana, yaitu ENI Italia, perusahaan asal Australia Österreichische Mineralölverwaltung, dan Repsol dari Spanyol.
Ketika sanksi internasional dicabut, Libya mengundang lebih banyak perusahaan untuk mengeksploitasi sumber minyak. BP dari Inggris dan Shell dari Belanda menandatangani kesepakatan eskploitasi, bersama perusahaan lain seperti Statoil dari Norwegia dan Gazprom dari Rusia yang membeli operasi ENI di negara itu.
Sejak kekerasan terjadi, hampir semua perusahaan mengumumkan untuk menarik sebagian atau seluruh pegawai asing mereka. Meski produksi minyak tak terganggu secara langsung, satu aksi mogok dilaporkan membuat sumur minyak Nafoora dan kilang minyak Rus Lanuf ditutup.
Meski terjadi krisis politik, pengamat minyak Richard Swann dari Platts meyakini sebagian besar minyak dan gas Libya masih bisa dikirim ke luar negeri. Hampir seluruh produksi minyak Libya dikirim ke Eropa dan Italia.
Italia juga penerima gas yang dikirim lewat jaringan pipa antarkedua negara. "Jika ada gangguan, akan sangat sensitif karena jaraknya sangat dekat," kata Richard.
Aljazair
Aljazair adalah produsen gas terbesar di Afrika, dan mengekspor lewat jaringan pipa ke Italia dan Spanyol, serta lewat terminal LNG di seluruh dunia. BP adalah investor asing terbesar di Aljazair. BP mengoperasikan dua sumur terbesar, salah satu sumur bekerja sama dengan Statoil.
Karena tak banyak informasi yang keluar dari aksi protes di negara ini, sangat sulit memperkirakan dampak terhadap pasok gas. Bila terjadi gangguan pasok, dipastikan berdampak pada harga energi di Eropa.
Mesir
Mesir mengendalikan Terusan Suez dan jaringan saluran pipa. Diperkirakan 4-5 persen minyak dunia ditransportasikan melalui terusan ini.
Mesir juga merupakan penghasil minyak yang besar, namun karena populasinya tinggi, sebagian besar produksi diperuntukkan bagi keperluan dalam negeri.
Negara ini baru saja menemukan sejumlah sumber gas, dan hasil produksinya diekspor ke Amerika, Spanyol, dan Inggris. Produksi diperkirakan meningkat tajam jika negara itu kembali stabil.
Seperti Aljazair, BP menjadi investor asing terbesar dengan memproduksi 35 persen gas negara itu, melalui British Gas (BG). Selain itu, operasi Shell di Mesir cukup besar.
Perusahaan-perusahaan energi harus menunggu dan mengamati apakah pemerintahan baru akan menghormati kontrak sebelumnya. "Kontrak-kontrak itu dipandang terlalu menguntungkan perusahaan," ujar Mika Minio dari Platform, LSM yang mengawasi industri minyak di kawasan itu.
Tunisia, Bahrain, dan Yaman
Tunisia, Bahrain, dan Yaman juga memiliki peran cukup penting, meski lebih terbatas, di bidang energi. Di Tunisia, BG Group adalah produsen terbesar dengan menghasilkan 60 persen gas produksi negara itu. Namun, pasokan hanya terpengaruh sedikit dari revolusi yang menggulingkan Presiden Zine El Abidine Ben Ali.
Bahrain memiliki dua sumur minyak dan meski tidak satu pun memproduksi dalam jumlah luar biasa, kekacauan di negara kerajaan ini tampaknya ikut mendorong harga minyak mentah naik.
Yaman baru saja menyelesaikan pembangungan satu terminal LNG baru yang merupakan kerja sama dengan perusahaan Prancis, Total. Infrastruktur gas di negara ini berulangkali diserang kelompok militan domestik, namun tidak berdampak pada pasokan global. (art)