Kelas Menengah Indonesia Tumbuh Pesat
VIVAnews- Pertumbuhan ekonomi yang meningkat menyebabkan kelas menengah Indonesia tumbuh pesat selama tujuh tahun terakhir. Berdasarkan data Bank Dunia, pada 2003 jumlah kelas menengah hanya 37,7 persen populasi, namun pada 2010 kelas menengah Indonesia mencapai 134 juta jiwa atau 56,5 persen.
Siapakah yang disebut kelas menengah? Menurut studi Bank Dunia, kalangan ini terbagi empat kelas. Pertama, pendapatan US$2-US$4 atau Rp1-1,5juta per bulan (38,5 persen). Kedua, kelas pendapatan US$4-6 atau Rp1,5 -2,6 juta perkapita perbulan (11,7 persen). Kelas berpendapatan US$6-US$10 atau Rp2,6-5,2 juta perbulan (5 persen) serta golongan menengah berpendapatan US$10-US$20 atau Rp5,2-6 juta perbulan (1,3 persen).
Jumlah yang dirilis Bank Dunia itu melebihi data yang pernah disampaikan Bank Pembangunan Asia (ADB) beberapa waktu lalu. Dalam laporan yang berjudul "The Rise of Asia's Middle Class 2010", disebutkan jumlah kelas menengah di Indonesia tumbuh pesat dalam kurun waktu 10 tahun terakhir.
Pada 1999 kelompok kelas menengah baru 25 persen atau 45 juta jiwa, namun satu dekade kemudian melonjak jadi 42,7 persen atau 93 juta jiwa. Sedangkan jumlah kelompok miskin berkurang dari 171 juta jiwa menjadi 123 juta jiwa.
Terhadap kenaikan itu, pengamat Ekonomi Mohammad Ikhsan mengungkap, walaupun terjadi di perkotaan dan pedesaan, golongan menengah merupakan fenomena yang dominan di perkotaan. Dua pertiga penduduk perkotaan adalah kalangan menengah, sementara di pedesaan kalangan menengah hampir separuh dari penduduk.
Menurutnya kelas menengah terdiri dari sebagian besar adalah profesional di sektor jasa dan industri. Kebanyakan mereka tidak ingin masuk dalam kepemilikan lahan serta entrepreneur di luar pertanian. Sebagian besar kalangan menengah di Indonesia adalah pengusaha di sektor informal dan jumlahnya kecil.
"Sebagian besar wirausaha kita lebih banyak merupakan masa transisi dari golongan miskin. Berbeda dengan Cina dan India yang ukuran wirausaha secara relatif kecil namun absolut tergolong besar," katanya dalam diskusi Kebangkitan Kelas Menengah di Indonesia dan Implikasi Ekonomi, Sosial dan Politik di Jakarta, Rabu, 30 Maret 2011.
Dari sisi demografi, kalangan menengah cenderung memiliki ukuran keluarga relatif kecil. Mereka umumnya juga memiliki mobilitas tinggi dalam hal pekerjaan dan tempat tinggal. Kalangan menengah juga lebih cenderung menghabiskan dana untuk pendidikan dan layanan kesehatan yang berkualitas. "Kalangan ini merespon kualitas yang dibutuhkan kalangan menengah yang biasanya kritis."
Sedangkan kalangan ini memiliki dampak terhadap ekonomi, yaitu adanya lonjakan permintaan, dari permintaan bahan makanan menjadi barang tahan lama. Ia mencontohkan permintaan barang elektronik, kendaraan seperti motor yang meningkat tajam.
Di saat bersamaan, meluasnya kalangan menengah juga menimbulkan hal-hal negatif. Krisis makanan akan muncul serupa yang terjadi di berbagai negara dengan pertumbuhan kalangan menengah. Permintaan pangan dan energi akan meningkat. "Dan tidak akan ada lagi masa harga pangan murah. Kalngan bawah akan sangat rentan terhadap kenaikan harga" ujarnya.
Ikhsan menilai kalangan menengah Indonesia masih sangat bergantung pada subsidi dan baru sebagian kecil yang membayar pajak. "Sehingga kebijakan yang berkaitan dengan mereka seperti subsidi BBM dan penyalahgunaan pajak akan sangat penting," tambahnya. (SJ)