Ekspor ke Jepang Meningkat, Saham Ini Untung
VIVAnews - Saham-saham yang bergerak di sektor energi dan komoditas diperkirakan tetap menjadi primadona di lantai Bursa Efek Indonesia pada transaksi hari ini, Selasa, 22 Maret 2011. Hal itu, terkait peningkatan permintaan ekspor terhadap dua sektor itu ke Jepang pascagempa dan tsunami dua pekan lalu.
Head of Research PT Sinarmas Sekuritas, Jeff Tan, menuturkan permintaan energi dan komoditas ke Jepang yang diprediksi meningkat pascabencana di negara Sakura itu akan memengaruhi emiten komoditas Indonesia yang berbisnis utama gas bumi.
"Adapun saham berbasis gas yang berpeluang antara lain MEDC (PT Medco Energi Internasional Tbk) dan ENRG (PT Energi Mega Persada Tbk)," ujarnya saat dihubungi VIVAnews.com di Jakarta.
Seperti diketahui, Energi Mega Persada baru saja mengakuisisi 10 persen kepemilikan blok Masela. Saat ini, perusahaan asal Jepang, Inpex Corporation, menggenggam 90 persen saham Masela. Sedangkan sisanya (10 persen) dimiliki Energi Mega Persada.
Tidak hanya gas, kata Jeff Tan, saham berbasis komoditas batu bara tetap menjadi salah satu pilihan investor meski ekspor batu bara dalam jangka pendek masih mengalami gangguan. Sebab, saat ini lima PLTU di Jepang tutup karena kerusakaan di fasilitasnya dan juga kerusakaan di pelabuhan penerima batu bara tersebut.
"PLTU batu bara di Jepang bergerak hampir sebesar kapasitas. Jadi, jarang yang ada ekstra kapasitas yang besar. Pendeknya, permintaan batu bara secara short term (jangka pendek) akan menurun," ujar Jeff.
Jeff menambahkan, dua komoditas di atas bakal menjadi primadona karena keduanya merupakan energi yang termurah. Salah satu emiten penyuplai batu bara ke pembangkit listrik di Jepang adalah PT Adaro Energy, Tbk (ADRO).
Sependapat dengan Jeff, Ukie Jaya Mahendra, Direktur PT Paramitra Alfa Securities juga menyarankan pemodal memburu saham dengan kode saham ADRO. "Ya, terkait perseroan yang menjadi penyuplai komoditas ke Jepang," tuturnya di tempat terpisah.
Saat ini Jepang mengandalkan pasokan batu bara mayoritas dari Australia. Dari total kebutuhan Jepang 90 juta ton per tahun, Indonesia diketahui mengekspor berkisar 28 hingga 30 juta ton per tahun, dengan spesifikasi batu bara berkualitas tinggi.
Dengan asumsi pemulihan memakan waktu enam bulan dan pembangkit listrik batu bara berhenti beroperasi, maka batu bara yang tidak terserap sebanyak lima juta ton. Angka tersebut didapat dari kebutuhan listrik Jepang berkisar 9.000 megawatt yang bergantung pada pembangkit batu bara.
Namun, Bank Dunia memperkirakan Indonesia mengalami peningkatan ekspor, khususnya komoditas ke Jepang pada semester dua tahun ini. Potensi peningkatan ekspor itu terkait dengan pembangunan kembali negara tersebut akibat gempa dan tsunami dua pekan lalu. (adi)