Strategi Berinvestasi di Reksa Dana

Peluang Bisnis Online Tanpa Ribet - Serta Info terbaru seputar dunia bisnis indonesia terupdate dan terpercaya

Kamis, 06 Januari 2011

Strategi Berinvestasi di Reksa Dana

VIVAnews - Investasi reksa dana ditentukan berdasarkan periode investing (penanaman) dan masa harvesting (pemungutan hasil). Dalam masa ini alokasi aset menjadi penting.

"Berapa banyak dialokasikan di saham, obligasi, dan pasar uang," kata Direktur Riset dan Investor Relations Bahana Investment Management, Budi Hikmat, di Jakarta.

Periode investing, menurut Budi, dibagi menjadi 10, 15, dan 20 tahun. Setiap periode memiliki strategi masing-masing. Ada dua strategi agresif dan moderat.

Strategi agresif berupa penempatan 70 persen saham, 20 persen obligasi, dan 10 persen sisanya di pasar uang. Sementara itu, strategi moderat dengan penempatan 20 persen saham, 50 persen obligasi, dan 30 persen sisanya di pasar uang.

Untuk periode investing itu, Bahana menyarankan skema capital protected fund dengan menggunakan obligasi negara bertenor 5-10 tahun sesuai lama periode harvesting yang diinginkan.

Melalui skema tersebut, menurut dia, seluruh hasil investasi selama periode investing langsung diinvestasikan dalam obligasi negara. Investor akan memperoleh kucuran dana hingga akhir periode harvesting. "Kami asumsikan yield capital protected ini berkisar tujuh persen (5 tahun) dan 8,3 persen (10 tahun)," ujar dia.

Sementara itu, untuk pasar uang digunakan proyeksi suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) sebesar 6,5 persen.

Meski demikian, dia menjelaskan, investor harus memperhatikan risiko investasi. "Musuh utama investasi adalah inflasi," kata Direktur Pemasaran Bahana Investment Management, Rukmi Proborini. Sepanjang sepuluh tahun terakhir, rata-rata inflasi di Indonesia mencapai 8,3 persen.

Rukmi menambahkan, obligasi sebagai salah satu instrumen investasi rentan terhadap suku bunga dan inflasi. Artinya, investor yang membeli obligasi negara bertenor 10 tahun dengan yield 7,5 persen akan kurang terproteksi, karena risiko inflasi. Kelebihan likuiditas global menimbulkan risiko inflasi seperti di China, India, dan Australia.

Belum lagi, dia melanjutkan, pemerintah akan memberlakukan tarif pajak penghasilan (PPh) sebesar lima persen atas bunga obligasi pada instrumen investasi reksa dana mulai 2011. Namun, besaran pajak ini baru akan terasa pada 2014 karena besarannya menjadi 15 persen.

Atas dasar ini, Rukmi menyarankan untuk mengurangi proporsi obligasi pada portofolio investasi tahun ini. "Susah mencari obligasi dengan rating baik dan memberikan yield yang bagus. Apalagi dikenai pajak lima persen," kata dia.

Untuk itu, Rukmi menyarankan investor memperbesar portofolio saham dan pasar uang. Sumber keuntungan investasi saham terdiri atas dividen dan capital gain.

Total keuntungan per saham tentunya berbeda satu sama lain. Penempatan hanya pada satu saham juga memiliki risiko lebih besar ketimbang beberapa saham.

Berdasarkan data lima tahun terakhir, rata-rata total return atau pertumbuhan per tahun mencapai 29,6 persen untuk indeks harga saham gabungan (IHSG), 25,4 persen (LQ45), dan 24,8 persen (Jakarta Islamic Index). Sementara itu, untuk periode sepuluh tahun terakhir, pertumbuhan per tahun IHSG sebesar 28,4 persen, 28 persen (LQ45), dan 23,7 persen (Jakarta Islamic Index).

Sementara itu, untuk pasar uang memberikan tingkat pengembalian di atas deposito. "Melalui diversifikasi investasi di berbagai obligasi korporasi yang terkena pajak lebih rendah atas kupon dan capital gain yaitu sebesar lima persen, imbal hasil investasi di reksa dana pasar uang akan lebih tinggi dari suku bunga deposito bank yang diterima investor ritel," ujar Head of Fixed Income First State Indonesia, Eli Djurfanto.

Pada 2010, reksa dana pasar uang tumbuh sekitar 32 persen menjadi Rp7,72 triliun. "Untuk pemula, reksa dana pasar uang oke," kata Rukmi.

Kerja di rumah

Popular Posts