Kenapa Reksa Dana Pasar Uang Menarik?
VIVAnews - Kinerja produk reksa dana terproteksi tahun ini diperkirakan menurun akibat ekspektasi kenaikan inflasi dan suku bunga acuan (BI Rate).
"Harga obligasi negara akan turun, karena inflasi yang diperkirakan meningkat tahun ini," kata Direktur Utama PT Batavia Prosperindo Management, Lilis Setiadi di Jakarta, Kamis 27 Januari 2011.
Yield (imbal hasil) obligasi negara satu tahun saat ini sebesar 6-7 persen. Adapun inflasi diperkirakan menyentuh tujuh persen. Sementara itu, Bank Indonesia (BI) diprediksi menaikkan BI Rate untuk menyeimbangkan laju inflasi.
"Investor akan berpikir untuk mengalihkan dananya ke reksa dana pasar uang, sambil menunggu stabilnya inflasi dan kenaikan suku bunga," ujar dia.
Menurut Lilis, investor juga berpikir menaruh dananya ke deposito karena kemungkinan kenaikan suku bunga. Jika menyimpan dana pada reksa dana terproteksi, dananya dikunci selama setahun.
"Untuk beberapa orang yang membutuhkan likuiditas dalam jangka pendek, akan kesulitan kalau (investasi) di reksa dana terproteksi," tuturnya.
Dia menambahkan, pengenaan pajak lima persen pada reksa dana terproteksi juga menjadi pertimbangan investor. "Tapi, ini sebenarnya tergantung bagaimana dia mengemas produknya," kata Lilis.
Sementara itu, Batavia Prosperindo Aset Manajemen belum akan menerbitkan kembali produk reksa dana terproteksi mereka. "Kami lihat pasar dulu, mungkin di kuartal III. Itu juga kalau terealisasi," tutur dia.
Sementara itu, Bahana TCW Asset Management hingga saat ini belum melihat adanya pengalihan dana dari reksa dana terproteksi milik mereka. "Sejauh ini redemption (penarikan dana) reksa dana terproteksi relatif masih sangat kecil," ujar Direktur Pemasaran Bahana, Rukmi Proborini.
Umi, begitu ia biasa disapa menuturkan, pengalihan dana dari reksa dana terproteksi Bahana hanya tiga persen. Atas dasar ini, ia menyarankan untuk mengurangi proporsi obligasi pada portofolio investasi tahun ini. "Susah mencari obligasi dengan rating baik dan memberikan yield yang bagus. Apalagi dikenai pajak lima persen," kata dia.
Untuk itu, Rukmi menyarankan investor memperbesar portofolio saham dan pasar uang. Sumber keuntungan investasi saham terdiri atas dividen dan capital gain.
Dia menuturkan, total keuntungan per saham tentunya berbeda satu sama lain. Penempatan hanya pada satu saham juga memiliki risiko lebih besar ketimbang beberapa saham.
Berdasarkan data lima tahun terakhir, rata-rata total return atau pertumbuhan per tahun mencapai 29,6 persen untuk indeks harga saham gabungan (IHSG), 25,4 persen (LQ45), dan 24,8 persen (Jakarta Islamic Index).
Sementara itu, untuk periode sepuluh tahun terakhir, pertumbuhan per tahun IHSG sebesar 28,4 persen, 28 persen (LQ45), dan 23,7 persen (Jakarta Islamic Index). (art)