Kenapa BI Tak Naikkan Suku Bunga
VIVAnews - Bank Indonesia (BI) hingga saat ini belum berencana untuk menaikkan suku bunga acuan (BI Rate), meski inflasi sudah mendekati tujuh persen selama 2010. Sementara itu, inflasi inti (core inflation) di kisaran 4,28 persen.
Direktur Penelitian dan Pengaturan Perbankan BI, Wimboh Santoso, mengatakan, BI sebagai bank sentral memiliki tugas untuk mengontrol berbagai aspek yang menyebabkan inflasi.
Langkah-langkah yang dilakukan BI, menurut dia, antara lain menjaga agar pertumbuhan kredit tidak terlalu agresif dan memberlakukan ketentuan giro wajib minimum (GWM). "Sebelum menaikkan suku bunga pun, kami harus melihat apakah GWM masih mungkin untuk dinaikkan," tuturnya.
Upaya lain yang dilakukan bank sentral, dia menjelaskan, adalah manajemen stok bekerja sama dengan pemerintah terkait impor, saluran distribusi, dan lainnya. Menaikkan suku bunga, menurut dia, merupakan pilihan terakhir.
"Namun, hingga saat ini, dewan gubernur belum sampai pada keputusan untuk menaikkan suku bunga," kata Wimboh saat dialog perbankan 2011 di Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Kemang, Jakarta, Senin 24 Januari 2011.
Menurut dia, menaikkan suku bunga menjadi pilihan terakhir karena dampaknya cukup luas. Apalagi, arus modal semakin deras masuk ke Indonesia, sehingga dapat memicu kekhawatiran terjadi penarikan dana keluar.
Indonesia sebagai negara dengan pasar yang sedang berkembang (emerging market) berpotensi terjadi penarikan modal keluar. "Kami mengupayakan agar arus modal tidak terlalu deras, karena jika ditutup sama sekali juga tidak bisa," ujarnya.
Meski demikian, dia melanjutkan, BI tidak menutup kemungkinan untuk menaikkan suku bunga jika beberapa langkah yang sudah dilakukan tidak dapat mengelola inflasi dengan baik
Tony Prasetiantono, pengamat ekonomi dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menuturkan, kenaikan tidak harus selalu untuk BI Rate. "Bisa saja giro wajib minimum (GWM) yang naik," ujarnya.
Namun, permasalahannya adalah kenaikan GWM itu ada batasnya. Ada plafonnya yang tidak dapat ditembus.
Tony berpendapat, dengan arus modal masuk yang cukup besar, BI diperkirakan sulit untuk menaikkan BI Rate. Alasannya, biaya moneter cukup mahal yakni sekitar Rp30 triliun per tahun.
Meski demikian, dia mengakui, tingkat suku bunga acuan 6,5 persen kemungkinan bukan merupakan sinyal yang baik penabung. Tetapi, jika dinaikkan akan sensitif terhadap masuknya arus modal yang tidak dapat terkontrol.
Tindakan yang paling aman dilakukan BI, menurut dia, adalah mempertahankan atau menjaga stabilitas. Karena kalau gegabah akan terjadi pembalikan dana secara tiba-tiba, sehingga rupiah bisa melemah drastis. (hs)