Pembahasan RUU OJK Buntu

VIVAnews - Pembahasan Rancangan Undang-Undang Otoritas Jasa Keuangan (RUU OJK) menghadapi jalan buntu. RUU itu pun terancam tidak bisa disahkan pada 17 Desember 2010 mendatang, gara-gara persoalan struktur dan kewenangan.
Ketua Panitia Kerja (Panja) OJK, Nusron Wahid, mengatakan pembahasan RUU berhenti pada struktur kelembagaan Dewan Komisioner. Dewan Komisioner ini adalah semacam dewan pemegang kekuasaan tertinggi di Otoritas Jasa Keuangan.
"DPR berpegang bahwa lembaga ini harus menjadi institusi independen sesuai amanat UU Bank Indonesia pasal 34," kata Nusron di Komisi XI, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Jakarta, Senin, 13 Desember 2010.
Pada pasal 34 disebutkan tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawas sektor jasa keuangan yang independen dan dibentuk oleh undang-undang.
Namun demikian, dia melanjutkan, meski Panja dan Pansus OJK telah melakukan rapat maraton sejak Kamis hingga Minggu 9-12 Desember 2010, rapat harus diskors sementara.
Skors terjadi karena pemerintah bertahan bahwa harus ada pejabat perwakilan pemerintah yang berada di struktur Dewan Komisioner itu sebagai anggota ex officio. Namun, soal itu tidak disetujui oleh anggota DPR. Alasannya, dengan adanya anggota ini, maka OJK bukan lagi institusi independen. "Dengan masih adanya keterlibatan pemerintah, ini bukan lembaga independen," kata dia.
Pendapat pemerintah itu, Nusron melanjutkan, menyalahi Undang-Undang Bank Indonesia yang menyatakan bahwa lembaga ini bersifat independen dalam menjalankan tugasnya. Artinya, kedudukannya di luar pemerintah dan berkewajiban menyampaikan laporan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Dewan Perwakilan Rakyat.
Agar tidak deadlock, DPR memberikan tiga pilihan kepada pemerintah untuk dipikirkan sebelum 17 Desember 2010.
Dalam RUU OJK, pemerintah mengusulkan agar Dewan Komisioner terdiri atas sembilan orang. Tujuh di antaranya diusulkan oleh Presiden dengan jumlah calon maksimum tiga. Anggota ex officio terdiri dari dua orang, yakni satu dari pejabat pemerintah dan satu dari Bank Indonesia.
Pilihan pertama yang diberikan DPR, calon diusulkan oleh Presiden kepada DPR dengan jumlah minimal dua orang untuk setiap jabatan, tanpa ada anggota ex officio.
Pilihan kedua, dua orang anggota ex officio dengan hak suara dari pemerintah dan Bank Indonesia. Dua orang diseleksi dan dipilih oleh DPR dari unsur manapun untuk mengimbangi dua anggota ex officio. Lima orang diusulkan oleh Presiden.
Pilihan ketiga, dua anggota ex officio dengan hak suara, tiga ditunjuk pemerintah dan empat diseleksi oleh DPR.
Nusron mengatakan, begitu dipilih salah satu dari tiga pilihan itu, DPR bisa langsung menyetujui RUU OJK. (kd)