Dilarang Beli Medco, Ini Jawaban Pertamina
VIVAnews - Rencana PT Pertamina (Persero) mengakuisisi secara tidak langsung saham PT Medco Energi International Tbk (MEDC) menemui kendala. Bahkan, semua fraksi di Komisi VI (BUMN) dan Komisi VII (Energi) menolak niat Pertamina mengakuisisi salah satu pemain minyak nasional tersebut.
"Saya ikut pertemuan dengan Komisi DPR semalam, semuanya menolak akuisisi tersebut," ujar Vice President Corporate Communication Pertamina, M Harun saat dihubungi VIVAnews di Jakarta, Jumat, 26 November 2010.
Atas penolakan tersebut, Pertamina akan melakukan evaluasi terhadap rencana pembelian saham Medco Energi tersebut. Menurut dia, Pertamina masih memiliki waktu untuk mengevaluasi karena batas waktunya sampai 30 November 2010. Pertamina mempunyai sejumlah kriteria untuk memutuskan tindakan lebih lanjut apakah diteruskan atau akan mundur. Kriteria itu mencakup masalah teknis, politik, sosial dan lainnya.
"Kami sedang proses evaluasi, nanti kesimpulannya akan disampaikan kepada Menteri BUMN," kata Harun.
Saat ini berdasarkan laporan keuangan Medco Energi, kepemilikan saham ini dipegang oleh Encore Energy 50,7 persen, treasury stock 11,7 persen, serta pemegang saham publik 37,6 persen.
Keluarga Arifin Panigoro mengendalikan Medco melalui Encore Energy. Komposisi pemilik Encore Energy adalah 60,6 persen dipegang oleh Encore International (Keluarga Arifin) dan 39,4 persen oleh Mitsubishi. Jadi secara tidak langsung, saham Medco Energi dimiliki oleh Encore International sebanyak 30,7 persen dan Mitsubishi sebesar 20 persen.
Nah, Pertamina berniat membeli saham Encore International sebanyak 55 persen, sisanya 5,6 persen masih dipegang keluarga Arifin. Dengan demikian, seperti banyak diberitakan sebelumnya, secara tidak langsung Pertamina akan menjadi pengendali 27,9 persen saham Medco Energi. Komposisi pemilik lainnya adalah Pemilik lainnya adalah Keluarga Panigoro 3 persen, treasury stock 11,7 persen, serta pemegang saham publik 37,6 persen.
Disebut-sebut biaya untuk mengakuisisi Medco tersebut sebesar US$700 juta. Namun, angka ini dibantah oleh Harun. "Sampai saat ini, Pertamina belum pernah menyebut berapa angka akuisisi tersebut."
Belakangan, niat Pertamina mengakuisisi Medco ditolak oleh Komisi VI dan Komisi VII DPR. Ketua Komisi VI, Airlangga Hartanto memiliki beberapa alasan mengapa Komisi VI DPR menolak rencana tersebut.
Pertama, akuisisi tidak langsung saham Medco Energi International tidak akan menguntungkan bagi peningkatan produksi minyak nasional. Sebab, perusahaan yang diakuisisi Pertamina adalah perusahaan nasional yang dianggap sebagai aset nasional. "Jadinya, lifting tidak bertambah, tapi Pertamina mengeluarkan dana. Kami tidak melihat adanya suatu nilai tambah dari aksi korporasi itu," katanya.
Kedua, informasi yang disampaikan Pertamina kepada Komisi VI banyak yang simpang siur dan tidak transparan. Informasi tersebut terkait persentase kepemilikan Pertamina di Medco serta sumber dana untuk membiayai akuisisi tersebut. "Corsec (sekretaris perusahaan) Medco di media massa bilang yang akan diambil Pertamina sebesar 27-an persen, sedang direksi mengatakan 50 persen," ujar Airlangga.
Komisi VI juga beralasan, Pertamina seharusnya mengutamakan rencana induk dan tugas-tugas yang selama ini dibebankan kepada perusahaan seperti membangun kilang di Banjarnegara, Jawa Tengah. Pertamina juga diminta untuk memprioritaskan keamanan domestik dan membangun kemandirian energi, karena perusahaan merupakan satu-satunya pelaksanaan public service obligation (PSO).
Prioritas lain yang harus menjadi perhatian Pertamina adalah penyelesaian ladang minyak Donggi-Senoro, ketersedian gas untuk industri, serta memperbanyak refinary. "Di antara semua tugas ini belum dilaksanakan, kok menggunakan belanja modal (capex) yang sulit ini untuk aksi korporasi," kata dia.
Terakhir, Komisi VI juga melihat kepemilikan Pertamina di Medco nantinya hanya menjadi pemegang saham minoritas. Selain itu, perusahaan harus memperhatikan keuangan perusahaan, terutama sisi liabilitasnya.