"BBM Naik, Bukan SBY Tak Cinta Rakyat"
VIVAnews - Meski Rancangan Undang-Undang APBN Perubahan baru diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat, sejumlah fraksi di DPR telah menyatakan penolakan atas rencana pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM). Menanggapi itu, pemerintah menyatakan siap beradu argumen dengan fraksi-fraksi di DPR.
Penegasan tersebut disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Jero Wacik saat ditemui di Kantor Presiden, Jakarta, Kamis, 1 Maret 2012. Dalam pandangannya, lumrah jika ada satu atau dua fraksi di DPR yang berbeda pendapat dalam menilai keputusan kenaikan harga BBM bersubsidi.
"Presiden sebelumnya juga menaikkan harga BBM. Terpaksa dilakukan karena situasi negara," kata Jero.
Anggota Dewan Kehormatan Partai Demokrat itu melanjutkan, pemerintah menaikkan harga BBM bukan karena Presiden tidak cinta rakyat. Namun, kebijakan itu karena keterpaksaan seorang pemimpin untuk menyelamatkan biduk negara bernama Indonesia.
"Jadi, percayalah pada Presiden, bahwa tidak ada Presiden yang tidak cinta dan tidak sayang pada rakyatnya. Jangan karena menaikkan BBM, dibilang Pak SBY tidak sayang rakyat," ujarnya.
Jero menuturkan, saat menyerahkan Rancangan Undang-Undang APBN-P 2012 kemarin, dirinya membandingkan proses pengambilan kebijakan saat ini dengan era Presiden Soeharto.
Dari pengamatannya, proses pengambilan keputusan di era Soeharto dilakukan sangat tertutup. Bahkan, rapat hanya berlangsung dua jam. "Malamnya pukul 00.00, kenaikan harga sudah diumumkan," kata Jero yang mengklaim keputusan kenaikan harga BBM kali ini dilaksanakan lebih transparan.
Dalam kesempatan itu, Jero mengungkapkan opsi kenaikan harga BBM, yakni harga premium menjadi Rp6.000 dari sebelumnya Rp4.500 per liter. Harga tersebut masuk dalam skenario pertama yang diusulkan oleh pemerintah berupa kenaikan harga BBM sebesar Rp1.500 per liter.
Pada skenario kedua, pemerintah mengusulkan besaran subsidi dipatok Rp2.000 per liter. "Jadi, jika ditetapkan subsidinya Rp2.000, misalnya harga produksinya sekarang Rp8.000, diberi subsidi Rp2.000, maka harganya Rp6.000," kata Jero. (art)