Kadin: Waspadai Kebangkrutan Yunani

VIVAnews - Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia mengingatkan pemerintah dan dunia usaha untuk mewaspadai kebangkrutan Yunani. Meski hubungan dagang Indonesia dan Yunani tidak cukup signifikan, namun dampaknya akan cukup serius bagi negara-negara zona euro yang selama ini menjadi salah satu mitra dagang Indonesia.
"Kita harus terus mencermati perkembangan Yunani, karena pasti akan berdampak terhadap pasar modal. Para investor akan menarik dananya dan bersikap wait and see, sehingga akan memengaruhi harga saham dan kurs dolar," ujar Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Organisasi Keanggotaan, Pemberdayaan Daerah dan Tata Kelola Perusahaan (OKP-TKP) Anindya N Bakrie dalam rilisnya, Kamis 26 Januari 2011.
Managing Director Fitch Ratings Edward Parker menyatakan, Yunani sedang bangkrut dan akan segera default. Sebelumnya lembaga pemeringkat Standar & Poor’s juga menyatakan Yunani akan segera mengalami gagal bayar.
Pernyataan dua lembaga pemeringkat itu akan berdampak sangat serius terhadap perekonomian dunia. Apalagi sebelumnya Fitch juga telah menurunkan peringkat investasi sejumlah negara Eropa termasuk Perancis yang merupakan salah satu negara dengan perekonomian terkuat di zona euro.
Menurut Anindya, krisis ekonomi di negara-negara Eropa dan Amerika sangat berpengaruh terhadap ekonomi global. Target pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2012 yang semula diperkirakan bisa mencapai 4 persen hanya menjadi 3,8 persen.
Hal ini juga berpengaruh terhadap target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang dalam asumsi APBN sebesar 6,7 persen. Kadin memperkirakan pertumbuhan Indonesia 2012 hanya sekitar 6,2-6,4 persen. Eropa merupakan salah satu mitra dagang terbesar Indonesia setelah Cina, Jepang dan AS.
Untuk menjaga pertumbuhan ekonomi nasional, kata Anindya, pemerintah dan dunia usaha harus fokus pada pasar domestik karena konsumsi domestik mencapai 60-65 persen dari PDB. Hal itu juga untuk mencegah pasar dikuasai barang impor. "Statistik menunjukkan neraca perdagangan kita di tahun 2011, walaupun masih surplus tapi sudah mulai menipis,” ujarnya.
Pengusaha Indonesia disarankan fokus pada beberapa sektor kebutuhan primer seperti sandang, pangan dan papan dan kebutuhan lainnya seperti pendidikan, kesehatan dan hiburan. Pasar Indonesia sangat besar, yaitu jumlah penduduk mencapai 237 juta merupakan pasar potensial. "Apalagi pendapatan per kapita kita juga terus merangkak naik dan saat ini sudah sekitar US$3.004.9,” ujarnya.
Selain pasar domestik, langkah lain yaitu mulai mencoba mencari pasar ekspor alternatif seperti negara-negara emerging market (Brazil, Rusia, China dan India -BRICHI) Timur Tengah dan intra ASEAN. “Ekspor kita ke Cina dan India terus naik. Cina bahkan sekarang menjadi negara tujuan utama ekspor kita mengalahkan Jepang,” tambahnya. (umi)