Di Asia Pasifik, Izin Usaha RI Ketinggalan
VIVAnews - Indonesia tercatat tertinggal jauh dalam proses izin mendirikan usaha dibanding rata-rata negara anggota Asia Pasific Economic Cooperation (APEC). Sulitnya izin mendirikan usaha itu menurunkan minat pemodal berinvestasi di Tanah Air.
Hal itu terungkap dalam laporan Doing Business di Indonesia 2012 yang dikeluarkan oleh International Finance Corporation (IFC), World Bank Group. Dalam laporan itu disebutkan, rata-rata mendirikan usaha di 20 kota di Indonesia, menghabiskan 9 prosedur, 33 hari, dan 22 persen dari pendapatan per kapita nasional.
"Temuan ini memang 13 hari lebih cepat dan 8 persen lebih murah dibanding temuan tahun 2010. Namun demikian, secara keseluruhan, Indonesia masih tertinggal jauh dari rata-rata APEC," kata Direktur Global Indicators and Analysis Department, Bank Dunia, Augusto Lopez-Claros di kantor Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Jakarta, Selasa, 31 Januari 2012.
Menurut Claros, mendirikan usaha menjadi salah satu dari tiga indikator utama kajian Doing Business di Indonesia 2012. Indikator lainnya adalah mengurus izin-izin mendirikan usaha dan pendaftaran properti.
Claros mengungkapkan, pengusaha di Indonesia harus menunggu hampir satu bulan lebih lama dibanding Malaysia. Bahkan, Indonesia dinilai menghabiskan waktu 4 kali lipat lebih lama dari Thailand.
Padahal, negara-negara seperti Selandia Baru, Australia, dan Singapura telah mampu memberikan waktu tak lebih dari tiga hari dan biaya satu persen dari pendapatan per kapita untuk mendirikan usaha.
"Di samping biaya mendirikan usaha secara langsung, pengusaha di Indonesia wajib menyetorkan uang sebesar Rp12,5 juta atau setara dengan 46,6 persen pendapatan per kapita sebagai modal disetor minimum," ungkapnya. "Sebagian besar negara-negara anggota APEC telah menghapuskan persyaratan ini."
Meski tunduk kepada kerangka kebijakan nasional, Claros melanjutkan, terdapat perbedaan yang cukup nyata di antara kota-kota yang diukur. Pemerintah daerah dianggap memberlakukan praktik perizinan usaha mereka sendiri dan mengimplementasikan peraturan nasional secara berbeda-beda.
"Riset menunjukkan, akan lebih banyak pengusaha untuk mendirikan perusahaan manakala proses perizinan usaha lebih mudah dan tata kelola pemerintahan yang baik serta tingkat korupsi negara yang rendah," kata dia. (art)