Soal BBM, Pemerintah Masih Pikir-pikir

VIVAnews - Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengaku masih perlu mempertimbangkan dengan matang skema kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). Menurut dia, banyak faktor yang perlu dipertimbangkan, tidak hanya dari sisi keuangan, namun juga lainnya.
"Saat dikaji, kami tidak hanya mempertimbangkan faktor keuangan, tapi juga kesiapan masyarakat, faktor sosial, dan juga kemiskinan," kata Agus di Nusa Dua, Bali, Jumat 16 Desember 2011.
Atas pertimbangan beberapa faktor itu, Agus mengaku pemerintah tidak bisa langsung mengambil keputusan dalam waktu dekat. Sebab, faktor-faktor tadi menjadi penentu bagi pemerintah untuk mengambil keputusan. "Jadi, hal itu menjadi perhatian, tetapi kita tentu tidak bisa langsung mengambil keputusan," katanya.
Apalagi, Indonesia sebagai negara besar dengan situasi yang beragam, patut diperhitungkan dengan matang. Segala keputusan, Agus melanjutkan, harus betul-betul matang dan terencana. "Karena memang Indonesia adalah negara besar dan betul-betul membutuhkan pengelolaan yang terencana," tuturnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral, Widjajono Partowidagdo, mengatakan, pemerintah memiliki peluang menaikkan harga bahan bakar minyak hingga 31 Desember 2011 untuk menekan subsidi energi yang mencapai Rp200 triliun. Menurut Widjajono, Undang-Undang APBN-P 2011 membolehkan pemerintah menaikkan bahan bakar minyak sepanjang syarat-syarat tertentu dipenuhi.
"Kalau tahun depan tidak dibolehkan Undang-Undang APBN 2012," kata Widjajono saat berkunjung ke kantor VIVAnews.com beberapa waktu lalu. "Kecuali nanti ada perubahan di APBN-P 2012."
Adapun syarat itu adalah harga minyak Indonesia (ICP) telah naik 10 persen dari target yang ditetapkan APBN-P, yaitu sebesar US$95 per barel. Sepanjang Oktober saja, Kementerian Energi mencatat harga minyak Indonesia telah mencapai US$109,25 per barel. Artinya, harga ini telah melampaui target APBN-P hingga 15 persen.
Syarat lain adalah inflasi di bawah target APBN-P, yaitu 5,7 persen. "Inflasi tahun ini sangat rendah, bahkan pernah deflasi," katanya. Data Badan Pusat Statistik, sepanjang Januari-Oktober inflasi baru mencapai 2,85 persen. (Laporan: Bobby Andalan l Bali, art)