Tujuh Langkah Pemerintah Antisipasi Krisis
VIVAnews - Pemerintah melihat, turunnya nilai ekspor Indonesia disebabkan dampak krisis perekonomian global. Agar sektor ekspor ini tidak mengganggu penerimaan negara, pemerintah akan menjaga tiga aspek pertumbuhan lainnya.
"Jika net ekspor betul turun, kita punya antisipasi yakni dorong investasi, konsumsi, dan goverment expenditure," ujar Wakil Menteri Keuangan, Anny Ratnawati, saat ditemui di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis 3 November 2011.
Untuk memperbaiki kinerja ekspor, lanjut Anny, pemerintah juga telah mengupayakan diversifikasi negara tujuan ekspor. Di samping itu, turut menggalakkan pemberdayaan pasar domestik.
"Diversifikasi pasar di luar mesti dilakukan, tanpa melupakan pasar domestik kita yang besar," imbuhnya.
Meski kinerja ekspor menurun, neraca perdagangan hingga saat ini, tetap surplus. Karena itu Anny optimistis target ekspor US$200 miliar hingga akhir tahun dapat tercapai.
"Surplus di Agustus US$3,76 miliar didorong oleh surplus nonmigas US$3,48 miliar dan surplus migas US$0,28 miliar," tutur Anny.
Pemerintah, tambah Anny, telah mempersiapkan beberapa skenario dalam memitigasi dampak krisis. Skenario tersebut antara lain, pertama, Indonesia memiliki Crisis Managment Protocol. Kedua, Bond Stabilization Framework. "Pemerintah dan BUMN menyiapkan anggaran untuk antisipasi," ujarnya.
Ketiga, UU APBN 2012 punya pasal antisipasi yakni pasal 40 yang menerangkan penggunaan Sisa Anggaran Lebih (SAL) untuk stabilisasi dengan izin DPR, pasal 41 menerangkan pemerintah bisa melakukan kontijensi loan atau dana siaga untuk ketahanan pangan, dan pasal 43 menerangkan pengeluaran yang dapat melebihi pagu dengan izin DPR.
Keempat, tersedianya cadangan risiko fiskal sebesar Rp15,8 triliun. Kelima, alokasi bantuan sosial PNPM, PKH, Jamkesmas, dan bencana alam sebesar Rp64,9 triliun. Keenam, anggaran subsidi pangan Rp15,6 triliun. "Ketujuh, cadangan beras Rp2 triliun dan terakhir untuk keperluan mendesak sebesar Rp5,5 triliun," ujarnya. (umi)