Dahlan: 70% 'Nasib' Saya di Tangan Menkeu

Peluang Bisnis Online Tanpa Ribet - Serta Info terbaru seputar dunia bisnis indonesia terupdate dan terpercaya

Senin, 21 November 2011

Dahlan: 70% 'Nasib' Saya di Tangan Menkeu

VIVAnews - Proses restrukturisasi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) duafa yang dicanangkan Kementerian BUMN tergantung persetujuan Kementerian Keuangan. Kalau tidak disetujui oleh Kemenkeu, program utama Kementerian BUMN itu tidak akan berhasil.

BUMN duafa adalah penyebutan untuk perusahaan negara yang mengalami kerugian terus-menerus.

Seperti diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41/2003, terdapat empat kewenangan yang tidak dilimpahkan kepada Kementerian BUMN, yaitu akuisisi, merger, likuidasi, dan privatisasi.

Terkait rencana tersebut, Menteri BUMN, Dahlan Iskan telah melakukan pembicaraan dengan Menteri Keuangan, Agus Martowardjojo di sela KTT ASEAN di Bali pekan lalu. Menurut Dahlan, berhasil atau tidaknya dirinya sebagai menteri BUMN, 70 persennya ditentukan oleh menteri keuangan.

"Saya mengatakan kepada beliau, saya menyerahkan nasib kepada Bapak. Kalau Bapak bantu, saya akan sukses. Kalau tidak, maka saya akan gagal menjadi menteri," kata Dahlan Iskan di Jakarta, Senin 21 November 2011.

Menurut dia, program terbesar BUMN adalah restrukturisasi aset yang tidak produktif dan perampingan BUMN dari 141 menjadi sekitar 70 perusahaan. Semua program itu juga harus mendapatkan persetujuan dari menteri keuangan.

Secara prinsip, dia menjelaskan, menkeu juga menyetujui proses restrukturisasi BUMN harus dapat diselesaikan sebelum masa jabatan menteri berakhir. Menkeu saat ini telah sepakat untuk mengalokasikan waktu khusus guna membicarakan proses restrukturisasi BUMN dengan pejabat eselon satu Kemenkeu.

Pada kesempatan itu, Dahlan juga akan mengubah seluruh BUMN yang berbadan hukum perusahaan umum (perum) menjadi perseroan terbatas (PT) dalam tiga bulan ke depan. "Kecuali Perum Bulog, semua akan dibentuk PT. Ternyata bentuk perum menyulitkan penyelamatan," katanya.

Ia menjelaskan kasus Perhutani yang dulu dari perum menjadi PT, lalu menjadi perum kembali tidak akan terjadi. Dahlan menceritakan "gagalnya" Perhutani menjadi perum waktu itu karena ada anggapan bahwa PT merupakan bisnis murni, sehingga tidak perlu dibantu oleh perusahaan daerah.

"Ditambah lagi, waktu itu masih terlalu dekat dengan reformasi, sehingga peranan negara lemah. Saat itu, kekuasaan berada di level sangat bawah. Tapi, sekarang negara kuat lagi, sehingga Perhutani tidak akan mengalami seperti dulu lagi," katanya. (art)

Related Posts:

Kerja di rumah

Popular Posts