Hanya 5% Dana Asuransi TKI Cair
VIVAnews - Kepala Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI), Moh Jumhur Hidayat, meminta perusahaan asuransi tenaga kerja Indonesia yang tergabung dalam konsorsium Asuransi Proteksi, untuk memudahkan pembayaran klaim TKI bermasalah maupun TKI yang mengalami risiko fisik dan bahkan kematian akibat pekerjaannya di luar negeri.
Jumhur mengatakan, berdasarkan data BNP2TKI, uang premi TKI yang dihimpun konsorsium Asuransi Proteksi sebesar Rp192 miliar lebih sejak Oktober 2010. Namun, dari jumlah tersebut baru Rp13 miliar atau 5,6 persen saja yang dapat dicairkan sebagai klaim TKI oleh pihak asuransi. Sementara itu, saat konsorsium lama sebelum ini, yang dapat dicairkan sekitar 11 persen.
“Jadi, perusahaan asuransi TKI memang masih berorientasi pada uang premi yang dibayarkan TKI, serta cenderung tak ingin memudahkan terpenuhinya uang klaim TKI saat mereka mengajukannya akibat masalah yang dihadapi,” kata Jumhur secara tertulis kepada VIVAnews.com, Selasa 1 November 2011.
Menurut Jumhur, BNP2TKI banyak menerima pengaduan TKI dan keluarganya karena kesulitan memproses uang klaim melalui perusahaan asuransi TKI. Mereka mengaku tidak mendapat perhatian serius, baik saat proses pengajuan atau berupa tindak lanjut pembayaran klaimnya.
Pada sisi lain, perusahaan asuransi TKI justru diuntungkan oleh banyaknya TKI yang akan bekerja ke luar negeri dengan membayar uang premi asuransi secara benar dan tertib, tanpa sedikit pun menimbulkan kesulitan apalagi memperlambat pembayarannya. Jika perusahaan asuransi TKI mengutamakan kelancaran pembayaran uang klaim, TKI tidak akan menemukan kesulitan dalam mengupayakan pengajuan klaimnya.
Ia menyebutkan, perusahaan asuransi TKI sangat dimudahkan bisnisnya dalam cara mengimpun uang premi dari TKI. Karena ibarat kolam yang dipenuhi iklan, proses penerimaan uang premi TKI itu tinggal mendulang saja ke permukaan, yang membuat perusahaan asuransi tak perlu lagi bersusah-payah.
“Pemerintah mengeluarkan peraturan untuk kemudahan memperoleh pembayaran premi dari TKI, sebaliknya pemerintah seringkali dibuat ‘jengkel’ oleh perusahaan asuransi yang mempersulit TKI saat menginginkan klaimnya,” ujarnya.
Dia menambahkan, keberadaan perusahaan asuransi TKI ataupun penunjukan konsorsium asuransi TKI sepenuhnya dibentuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi. Melalui Menakertrans, Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans) No: 07/MEN/V/2010 tertanggal 31 Mei 2010 tentang Asuransi TKI, para TKI ditetapkan kewajiban mengikuti program asuransi, pembentukan konsorsium asuransi TKI yang harus disetujui oleh Menakertrans, pembayaran besaran premi asuransi, serta tata cara pengurusan klaim asuransi TKI.
Selanjutnya, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kepmenakertrans) No: 209/Men/IX/2010 tertanggal 6 September 2010 tentang Penetapan Konsorsium Asuransi TKI dengan nama “Proteksi TKI”, diputuskan satu konsorsium di bawah perusahaan PT Asuransi Central Asia Raya, dengan keanggotataan sembilan perusahaan asuransi yaitu PT Asuransi Umum Mega, PT Asuransi Harta Aman Pratama, PT Asuransi Tugu Kresna Pratama, PT Asuransi LIG, PT Asuransi Raya, PT Asuransi Ramayana, PT Asuransi Purna Artanugraha, PT Asuransi Takaful Keluarga, dan PT Asuransi Relife sebagai penyelenggara program asuransi TKI.
Dalam Permenakertrans Asuransi TKI itu tidak disebutkan satu kata pun adanya peran dan kewenangan BNP2TKI, baik dalam mengurus pembayaran uang premi TKI ataupun untuk pencairan klaim asuransi TKI. “Semua yang terkait proses itu hanya melibatkan dinas-dinas tenaga kerja yang ada di daerah,” kata Jumhur.
Namun demikian, kata Jumhur, karena masyarakat sejauh ini sering mengadukan permasalahan asuransi TKI pada BNP2TKI, maka pihaknya ikut membantu agar para TKI dipenuhi hak-haknya oleh perusahaan asuransi TKI. (art)