Indonesia, Turki, Vietnam Rawan Overheating
VIVAnews- Salah satu tantangan negara berkembang adalah adanya overheating atau efek kepanasan perekonomian, termasuk Indonesia. Overheating ini disebabkan kelebihan uang beredar di masyarakat, akibat inflasi yang tinggi.
Laman The Economist menuliskan peringkat 27 negara yang memiliki risiko overheating. Temperatur ekonomi ini disusun berdasarkan enam indikator yang berbeda yaitu, tingkat inflasi, tingkat pengangguran rata-rata 10 tahun, trend pertumbuhan PDB, akses kredit (pertumbuhan penyaluran kredit dikurangi growth nominal PDB), suku bunga riil, dan perkiraan perubahan neraca berjalan pada 2011.
Semakin tinggi risiko negara yang terkena overheating dinilai dengan indikator risiko tinggi (2), sedang (1) dan rendah (0). Misalnya jika pertumbuhan kredit lebih dari 5 persen, mendapatkan skor 2 poin, jika 0,5 persen maka mendapat 1 poin, dan dibawah 0 persen maka nihil. Skor dari setiap indikator itu lalu dijumlahkan dan berubah menjadi indeks secara keseluruhan. Angka 100 menunjukkan semua indikator perekonomian menunjukkan warna merah dalam 6 indikator.
Hasilnya, ada tujuh negara yang masuk area dimana mayoritas indikator berkedip "merah" yaitu Argentina, Brazil, Hong Kong, India, Indonesia, Turki dan Vietnam. Secara khusus, pertumbuhan kredit di semua tujuh negara. Argentina satu-satunya negara yang enam indikatornya menunjukkan lampu merah. Namun Brazil dan India tidak jauh di belakang.
China yang sering fokus terhadap overheating, negara itu menempati zona kuning. Hal ini disebabkan pengetatan moneter yang lebih agresif. Sementara Rusia, Meksiko dan Afrika Selatan masuk di zona hijau yang menunjukkan risiko overheating yang sedikit.
Sebelumnya Profesor Harvard University, Jeffrey Frankel memperkirakan negara rawan overheating yaitu Indonesia, India, China, dan Singapura. Alasannya, keempat negara Asia itu memiliki pertumbuhan ekonomi tinggi. Namun dibalik pertumbuhan tersebut, inflasi keempat negara itu juga terlalu tinggi. (umi)