Pembelian Merpati MA-60 Bengkak U$40 Juta

VIVAnews - Ketua Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, FX Arief Poyuono, menduga terjadi penggelembungan harga dalam pembelian pesawat MA-60 yang digunakan maskapai penerbangan PT Merpati Nusantara Airlines.
Menurut dia, pesawat yang salah satunya jatuh di Teluk Kaimana, Papua Barat, Sabtu pekan lalu, 7 Mei 2011, harganya jauh di bawah yang dikeluarkan pemerintah. Dalam subsidiary loan agreement (SLA), pemerintah menganggarkan US$220 juta untuk pembelian 15 pesawat.
Arief yang mengaku sudah bekerja di maskapai Merpati selama 20 tahun mengatakan, harga pesawat MA-60 di pasar internasional hanya US$11 juta per unit. Artinya, bila dikalikan 15 pesawat, cuma US$165 juta.
Memang, harga US$11 juta belum termasuk biaya pelatihan karyawan dan suku cadang. "Tapi, kalau pun ada, tak mungkin US$3 juta per pesawat," kata Arief saat dihubungi VIVAnews.com di Jakarta, Selasa 10 Mei 2011.
Hitung-hitungan Arief, dalam proyek ini pemerintah mengeluarkan US$14,5 juta per pesawat. "Total kerugian negara mencapai US$40 juta," ujarnya.
Arief mengatakan, Menteri Keuangan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, dan Kementerian Badan Usaha Milik Negara, serta Dewan Perwakilan Rakyat yang menyetujui penggelontoran dana US$220 juta ini merupakan yang paling bertanggung jawab atas kerugian negara tersebut.
Saat dikonfirmasi, Komisaris Utama Merpati Nusantara, M Said Didu, tidak bersedia menanggapi masalah ini. "Susah lah, kami tidak tahu pembanding harga sebenarnya," katanya kepada VIVAnews.com. (art)