Minyak Tinggi, Harga BBM Bisa Disesuaikan

VIVAnews - Harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP) semakin hari semakin tinggi, hingga menyentuh level US$100 dolar per barel dan berdampak pada beban subsidi yang semakin membengkak.
Meski pemerintah belum berencana menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), namun hal itu menjadi salah satu opsi pemerintah untuk mencegah defisit. Sebab, UU APBN meniscayakan apabila terjadi perubahan harga sampai 10 persen dimungkinkan pemerintah melakukan penyesuaian.
Menteri Perekonomian, Hatta Rajasa mengatakan pemerintah terus memperhatikan perkembangan harga minyak. "Jika harga crude tinggi terus, subsidi pasti membengkak," kata dia di Kementerian Perekonomian, Senin 7 Maret 2011.
Jika subsidi membengkak, dia menambahkan, pendekatannya ada tiga macam. Pertama, produksi jangan meleset. Hal ini agar dapat memanfaatkan penerimaan negara dari minyak.
Kedua, dilakukan penghematan secara besar-besaran. Penghematan yang dimaksudkan ialah penghematan yang tepat, maksudnya belanja-belanja yang bisa dihemat.
Ketiga, jika memang harga minyak mentah ini tinggi akan memengaruhi defisit. Mengenai hal ini tentunya harus dibicarakan dengan DPR.
Hatta menuturkan, hal itu semua hanya asumsi. Di bagian lain, dia juga mengatakan bahwa UU APBN mengatur jika perubahan harga ICP mencapai 10 persen dimungkinkan untuk dilakukan penyesuaian harga.
"Sesuatu yang katakanlah, jika harga crude seperti itu. Karena UU APBN pun meniscayakan apabila terjadi perubahan harga sampai 10 persen, dimungkinkan pemerintah melakukan penyesuaian. Meski dimungkinkan, belum tentu pemerintah mengambil opsi itu," kata Hatta.
Dampak Penundaan BBM kepada APBN
Sementara itu, harga ICP yang tinggi juga menjadi salah satu pertimbangan pemerintah untuk menunda pengaturan BBM yang semestinya dapat diterapkan per 1 April 2011.
Ketuat tim Independen Kajian Pengaturan BBM Bersubsidi, Anggito Abimanyu mengungkapkan dengan adanya penundaan pengaturan BBM berdampak pada pembengkakan APBN.
Anggito megakui, net impac-nya kurang lebih Rp700 milar per 1 dolar. Jika kenaikannya 10 dolar, berarti Rp7 trilun. Begitu pula, bila 20 dollar, ICP berarti Rp14 triliun.
"Namun itu belum memperhitungkan berapa tambahan konsumsi BBM, capping listrik, dan kurs menguat sehingga ada penghematan juga," kata Anggito.