Krisis Nuklir Jepang Untungkan Batu Bara RI?
VIVAnews - Rusaknya sejumlah pembagkit tenaga nuklir Jepang, membuat peluang baru bagi pasar batu bara dunia.
Gempa dan tsunami dahsyat telah mematikan pembangkit nuklir Fukushima Dai-Ichi, Fukushima Daini, Onagawa, dan Tokai Daini dengan total daya sekitar 9.000 megawatt.
Berdasarkan data International Energy Agency (IEA), pada 2009 pasokan listrik Jepang terdiri dari tenaga batu bara 28 persen, nuklir 27 persen, gas 26 persen, bahan bakar minyak 9 persen, dan tenaga air sebesar 8 persen.
Robert Reilly, wakil presiden senior untuk pembangunan bisnis Peabody Energy mengatakan dampak positif krisis nuklir Jepang akan meningkatkan harga batu bara.
Apalagi, energi ini menyumbang lebih dari seperempat kebutuhan listrik negeri itu. Mau tidak mau, Jepang harus mencari energi alternatif untuk mengamankan pasokan listrik mereka.
“Dengan sendirinya harga batu bara akan naik,” kata Robert Reilly seperti dikutip dari Platts.com, Senin 21 Maret 2011.
IEA juga mencatat, Jepang adalah importir batu bara terbesar di dunia, dengan total impor batu bara sebesar 165 juta metrik ton pada 2009. Sebagian besar Impor ini berasal dari Australia, yang pasokannya terbatas sejak akhir lalu akibat banjir dan badai.
Menurut data Direktorat Jenderal Mineral, Batu Bara, dan Panas Bumi, seperti dikutip dari laman Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, pada 2010 Jepang mengimpor batu bara Indonesia sebanyak 24 juta ton, atau hampir 10 persen dari total produksi batu bara nasional, 275 juta ton.
"Sulit memperkirakan berapa banyak tambahan batu bara yang dibutuhkan mengatasi krisis nuklir Jepang." kata Reilly. Namun dia melanjutkan, kemungkinan kebutuhan batu bara Jepang akan meningkat 5-10 juta ton.