Modus Transaksi Mencurigakan oleh Teroris

VIVAnews - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menerima sebanyak 128 laporan transaksi mencurigakan terkait pembiayaan kegiatan terorisme. Transaksi itu terjadi sejak 2002 atau ketika Bom Bali II meledak hingga akhir tahun ini.
"Kalau meningkat memang terjadi, buktinya laporan dan pendanaan meningkat," kata Kepala PPATK, Yunus Husein, usai menandatangani nota kesepahaman dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) di gedung Badan Pemerika Keuangan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Rabu, 29 Desember 2010.
Menurut Yunus, dari 128 transaksi mencurigakan yang dilaporkan, PPATK telah mengeluarkan 35 hasil analisis yang sudah dilaporkan kepada aparat kepolisian.
Transaksi tersebut umumnya dilakukan oleh pelaku menggunakan bank-bank besar dengan alasan bisa menggunakan transaksi online. Namun, dalam penarikannya, pelaku umumnya hanya menarik dalam jumlah kecil di bawah Rp5 juta.
"Intensitas tinggi, tapi nilai transaksi kecil. Daerah asal transaksi berasal dari Jakarta, Bali, dan Poso," kata dia.
Yunus memperkirakan dana yang ditarik jaringan teroris umumnya digunakan untuk kebutuhan biaya hidup seperti membayar kontrak rumah atau membiayai operasional jaringannya.