Dari Superblok, Podomoro Garap Perumahan
VIVAnews - Grup Agung Podomoro, melalui PT Agung Podomoro Land Tbk kini kembali menggeluti sektor hunian horizontal (landed residential) atau rumah tampak setelah satu dekade lebih ditinggalkan. Sebab, pasca krisis perusahaan gencar membangun proyek-proyek superblok atau properti bertingkat.
"Terakhir, kami menggeluti ini (hunian horizontal) sebelum krisis 1998," kata Sekretaris Agung Podomoro Land, Prisca Batubara saat ditemui VIVAnews.com di Jakarta.
Ia menuturkan, setelah krisis perseroan sedikit kesulitan memasuki sektor landed residential karena faktor pinjaman dari perbankan. "Sulit untuk mendapatkan pinjaman dari bank waktu itu, makanya kami masuk ke superblok dan mulai berkibar sejak itu," kata Prisca.
Tahun ini, perseroan membangun proyek hunian horizontal atau rumah tampak yakni Green Lake, Green Permata Residences, dan Grand Taruma. Tiga proyek baru tersebut menambah delapan proyek Agung Podomoro yang telah berdiri sebelumnya, seperti Superblok Podomoro City - Central Park, Senayan City, Gading Nias Residence, Festival City Link, Green Bay Pluit, The Lavande, Lindeteves Trade Center, dan Kuningan City.
Lalu kenapa tahun ini? Prisca mengakui, hal itu terpicu adanya aturan Undang-undang Perumahan Rakyat dan aturan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) untuk properti yang menyebabkan perseroan harus memutar otak agar aliran modal (cashflow) perseroan tetap terjaga.
"Aturan PSAK dan Undang-undang Perumahan dan Pemukiman yang baru mengatur bahwa pendapatan atas properti seperti gedung yang kami bangun baru bisa diklaim setelah tiga tahun kepemilikan," kata Prisca.
Aturan ini, dia melanjutkan, tentunya akan menyulitkan perusahaan. "Masa kami harus menunggu tiga tahun, baru bisa kita masukan sebagai pemasukan."
Tentunya memilih landed residential, lanjut Prisca, perseroan dapat menutupi kekurangan cashflow sambil menunggu masa tiga tahun tersebut. "Kalau residential kan cepat habis, jadi hanya dalam satu tahun sudah bisa membukukan pendapatan," kata dia.
Sementara itu, perseroan menggunakan dana hasil pelepasan saham perdana (IPO) Nopember lalu untuk mengakuisisi tiga proyek hunian horizontal itu. Green Permata seluas 14 hektare dibeli perseroan senilai Rp195 miliar.
Untuk Grand Taruma yang dibangun di atas lahan seluas 40 hektare telah dibeli perusahaan dengan harga Rp35 miliar. Tetapi, kepemilikan Agung Podomoro Land di properti ini tidak 100 persen melainkan 90 persen. "Ya, sebagian dana IPO yakni sebesar Rp600 miliar digunakan untuk akuisisi tiga proyek tersebut," ujar Prisca.