Dagang dengan China, RI Tekor US$5,6 Miliar

VIVAnews- Indonesia lebih banyak mengimpor produk China ketimbang mengekspor produk ke China. Indonesia tercatat membukukan defisit perdagangan dengan China sebesar US$5,6 miliar.
Defisit tersebut merupakan yang terbesar dari neraca perdagangan Indonesia dibandingkan mitra dagang dari negara lainnya.
Kepala Badan Pusat Statistik, Rusman Heriawan menjelaskan defisit perdagangan dengan China dikarenakan selama ini Indonesia mengimpor sejumlah produk industri berupa permesinan. Impor itu terjadi seiring makin banyaknya investor China yang membenamkan investasi di Tanah Air.
"Semakin banyak investasi di Indonesia, tentunya mereka akan membawa mesin dari China. Kalau barang konsumsi seperti tekstil, produk tekstil dan buah-buahan, nilai impornya tidak terlalu banyak," kata Rusman di Jakarta, Selasa 1 Februari 2011.
Sementara dari sisi ekspor, Indonesia selama ini banyak mengirimkan produk komoditas seperti hasil sumber daya alam seperti batubara, minyak CPO karet, biji tambang, bahan kimia organik, bubur kertas, mesin dan peralatan listrik, tembaga, kayu dan barang dari kayu, serta plastik dan barang dari plastik.
Kendati masih mengalami defisit perdagangan, Rusman meminta agar masyarakat tidak memandang negatif masuknya barang-barang dari China. Apalagi impor yang masuk dari China lebih banyak berupa barang atau produk industri.
Selain China, Indonesia juga membukukan defisit neraca perdagangan dengan Thailand sebesar US$3,37 miliar dan Singapura sebesar US$493 juta.
Walau membukukan defisit dengan negara di Asia, Indonesia cukup beruntung pada level perdagangan dengan negara Amerika Serikat. Perdagangan Indonesia dengan negara Paman Sam mampu menciptakan surplus bagi Indonesia hingga mencapai US$4,03 miliar.
Selain AS, Indonesia juga mencatat surplus perdagangan dengan Korea Selatan dengan nilai US$ 1,27 miliar. Surplus lain terjadi dengan negara-negara Uni Eropa sebesar US$ 7,3 miliar, negara ASEAN US$ 3,13 miliar dengan terbesar terjadi pada perdagangan Indonesia-Malaysia yang mengalami surplus US$ 3,23 miliar. (hs)