Bahan Pangan Bebas Bea Masuk, Pakar UGM Kecam
VIVAnews - Pemerintah memutuskan pos tarif bea masuk empat komoditas bahan pangan yang bakal dibebaskan sebanyak 57 pos tarif. Kepala Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada, Masyhuri, menyatakan, kebijakan ini mencerminkan kepanikan pemerintah.
“Harga pangan yang tinggi akan memicu inflasi dan menurunkan pendapatan riil masyarakat nonpetani. Tetapi bagi petani produsen pangan, kenaikan harga pangan akan meningkatkan pendapatan petani,” ujar Masyhuri dilansir laman UGM, Kamis 27 Januari 2011.
Masyhuri menambahkan, jika kebijakan itu hanya bertujuan untuk menurunkan harga, penurunan tarif sampai nol persen ini akan mengurangi laju kenaikan harga. Akan tetapi penurunan tarif tersebut tidak melindungi petani. Petani yang sudah miskin tidak mempunyai peluang untuk meningkatkan pendapatannya.
“Dengan mahalnya harga produk pertanian pangan sebenarnya merupakan momentum untuk meningkatkan pendapatan petani. Tapi momentum itu justru disia-siakan oleh pemerintah,” katanya.
Penurunan tarif pada komoditas beras, kedelai, jagung, gula dan hasil pertanian lain akan meningkatkan impor produk tersebut dan menurunkan harga produk itu dari harga internasional. Hal ini, kata Masyhuri, akan berakibat tidak meningkatnya pendapatan petani, kalau harga dunia tidak naik, justru akan menurunkan harga produk pertanian dan menurunkan pendapatan petani. Padahal kenaikan harga produk pertanian ini sudah ditunggu-tunggu petani. “Kenapa pemerintah tidak memperhatikan nasib petani?" kata dosen jurusan Agrobisnis Fakultas Pertanian UGM itu.
Selain itu, komoditas terigu yang tidak diproduksi domestikpun seharusnya tidak dibebaskan, karena akan memicu ketergantungan impor terigu yang semakin besar. Harga terigu yang murah akan meningkatkan permintaan terigu dalam negeri dan meningkatkan impor terigu yang sudah 100% impor.
Menurut Masyhuri, seharusnya kebijakan pemerintah adalah mengurangi beban konsumen kecil tanpa harus mengorbankan petani. Bagaimana kebijakan yang pro petani dan konsumen kecil, itulah yang harus dilakukan oleh pemerintah. Tidak semua konsumen harus dilindungi, hanya konsumen miskin saja yang harus dilindungi, sedangkan konsumen berpenghasilan menengah ke atas tidak seharusnya menerima perlindungan, lebih lebih dengan mengorbankan petani.
Dalam kesempatan itu Masyhuri mengemukakan beberapa usulan kebijakan yang bisa dilakukan pemerintah. Pertama, tetap memberlakukan tarif produk pertanian. Kebijakan ini selain melindungi petani juga akan terkumpul dana untuk memperkuat sektor pertanian. Kedua, manajemen stok pangan yang baik di tingkat rumah tangga, kelompok tani, regional hingga nasional.
“Kalau jangka pendek bisa dengan membantu konsumen kecil dengan operasi pasar melalui pangan untuk masyarakat miskin atau raskin yang diperbaiki dan sebagainya,” katanya.
Kamis 20 Januari lalu, Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa menyatakan Pemerintah meningkatkan rencana pembebasan bea masuk dari 30 pos menjadi 57 pos. Menurut Hatta, penundaan pengenaan bea masuk tersebut ditujukan untuk empat komoditas bahan pangan terdiri dari gandum, kedelai, bahan baku pangan ternak, serta pupuk dan bahan baku pupuk. Walau hanya 57 pos tarif bea masuk, jumlah komoditas yang bebas tarif berjumlah lebih dari 57 pos tersebut.