Mengapa ExxonMobil Ikut Garap Natuna
VIVAnews - PT Pertamina menandatangani Head of Agreement dengan ExxonMobil untuk menggarap proyek lapangan gas East Natuna atau Natuna D Alpha, di Kepulauan Riau, senilai US$15 miliar, atau setara Rp135 triliun.
Padahal, sebelumnya pemerintah telah memutuskan kontrak ExxonMobil di blok itu pada 2005. Alasannya, sejak awal kali mendapat kontrak pada 1980, ExxonMobil sama sekali tidak bisa memproduksi gas. Karena itu, pemerintah mengalihkan pengelolaannya kepada Pertamina.
Menteri Energi Sumber Daya Mineral, Darwin Zahedy Saleh, tidak menjelaskan mengapa akhirnya Exxon yang dipilih untuk ikut menggarap Natuna mendampingi Pertamina.
Dia hanya menyatakan bahwa Exxon merupakan salah satu perusahaan yang terpilih untuk mengembangkan lapangan gas East Natuna bersama Pertamina. "Masih ada kemungkinan penambahan mitra," kata Darwin Saleh di Jakarta, Jumat 3 Desember 2010.
Mengenai mengapa ExxonMobil bisa diikutkan lagi dalam proyek tersebut, Wakil Presiden Komunikasi Korporat Pertamina, M Harun, tidak menjawab dengan detail.
Dia mengatakan, seleksi pemilihan rekanan di Natuna telah melalui proses yang panjang. "Tender dilakukan secara terbuka siapa saja boleh ikut."
Pertamina telah menyeleksi delapan perusahaan yang masuk dalam daftar rekanan. Perusahaan-perusahaan itu ExxonMobil (Amerika Serikat), Total (Perancis), Chevron (Amerika Serikat), Statoil (Norwegia), Shell (Belanda), ENI (Italia), CNPC (China), dan Petronas (Malaysia).
"Dari delapan perusahaan ini, kami telah mengevaluasi lima perusahaan, dan yang sudah selesai Exxon," kata Harun kepada VIVAnews. "Karena itu kami secepatnya melaksanakan Head of Agreement dengan Exxon."
Vice President Asia Pacific Middle East ExxonMobil Exploration, Mike Cousins mengatakan penandatanganan HoA merupakan tahapan menuju komersialiasi migas di Natuna. ExxonMobil menantikan negosiasi antara Pertamina dan pemerintah untuk memaksimalkan pengembangan East Natuna.
Cadangan gas Natuna mencapai 200 triliun kaki kubik. Namun hanya 45 triliun kaki kubik yang dapat diproduksi, karena 70 persen kandungannya berupa karbon dioksida (CO2).
Pemerintah secara resmi menunjuk Pertamina sebagai pengelola Blok Natuna D Alpha melalui Surat Menteri ESDM No 3588/11/MEM/2008 tertanggal 2 Juni 2008 tentang Status Gas Natuna D Alpha.
Pergantian nama menjadi East Natuna karena kontrak Natuna D Alpha telah berakhir dan lokasi eksplorasi saat ini berada di Natuna Timur.