Kenapa Rupiah Sering Guncang?
VIVAnews - Pengamat valuta asing, Farial Anwar, meminta pemerintah dan Bank Indonesia (BI) segera merevisi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999 yang mengatur tentang lalu lintas devisa dan sistem nilai tukar. Menurut Farial, keberadaan undang-undang ini membuat spekulan bisa mempermainkan rupiah.
Farial mencontohkan bagaimana saat krisis 2008, nilai tukar rupiah begitu lebih mudah diguncang dibandingkan mata uang Malaysia atau Thailand.
"Coba lihat Thailand yang krisis politik Kaos Merah kemarin, nilai tukar baht tidak bergeser signifikan meski kejadian berhari-hari," kata Farial di Jakarta, Kamis 23 Desember 2010. Demikian pula dengan Malaysia, krisis tidak terlalu banyak mempengaruhi nilai tukar ringgit.
Namun, saat membandingkan dengan Indonesia, Farial berkeluh kesah. Saat krisis 2008/2009, nilai tukar rupiah sangat fluktuatif, karena dibiarkan mengambang bebas. "Masih teringat pemodal asing menarik dananya, rupiah terjun ke angka Rp12 ribu per dolar AS," kata dia.
Ini semua terjadi karena Indonesia menganut sistem rezim devisa bebas, sistem nilai tukar yang mengambang bebas. Pasarnya tidak likuid.
Menurut Farial, ini penyebabnya adalah keberadaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1999, yang membebaskan investor asing 'memarkir' modal di mana saja. Bahkan termasuk ke surat utang negara (SUN) dan Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Akibatnya, ketergantungan Indonesia terhadap dolar AS sangat besar. Indonesia juga tercatat memiliki cadangan devisa kecil bila dibandingkan dengan Malaysia yang sudah di atas US$100 miliar.
"Itu semua karena pemerintah membebaskan eksportir parkir uang di luar negeri. Beda dengan Thailand, Malaysia, dan China yang memaksa uang eksportir ke negara asalnya," kata Farial.
Melihat bahaya yang ditimbulkan cukup parah, Farial mengusulkan agar rezim devisa bebas menjadi devisa tekendali. Dengan cara ini, pemerintah bisa mengatur arus keluar masuk investasi. Dana yang masuk juga akan bertahan lebih lama. (art)